Selasa, 22 November 2011

Senyawa - Rully Shabara & Wukir Sriyadi

Senyawa. Satu lagi grup favorit saya yang berasal dari Yogyakarta. Adalah duet dua musisi, Rully Shabara dan Wukir Sriyadi. Rully yang lebih dahulu dikenal sebagai vokalis grup rock/math experimental, Zoo, memang mempunyai karakter vokal yang unik. Ketertarikannya pada lirik-lirik kedaerahan, terbukti dari beberapa unsur bahasa daerah yang digunakannya dalam album Zoo "Trilogi Peradaban", membuatnya kemudian bertemu dengan Wukir Sriyadi. Wukir sendiri, memang sudah mengabdikan dirinya bagi musik eksperimental dengan unsur lokal. Hal ini dibuktikannya dengan menciptakan alat musiknya, yand diberinya nama "bambuwukir". Alat musik ini sekilas nampak seperti sasando, namun dalam penggunaan dan prakteknya sedikit berbeda. 

Keduanya kemudian bertemu, dan memutuskan untuk berkolaborasi jamming, menghasilkan sebuah album fenomenal. Musiknya sangat megah. Dan menurut saya, ini sangat mewakili musik kontemporer-tradisonal Indonesia. Album ini kemudian diberi nama "Senyawa" (yang kemudian disepakati menjadi nama duet mereka berdua). Perpaduan antara suara megah dan unik dari bambuwukir, berpadu dengan suara vokal Rully yang khas, menjadikan duet ini salah satu duet terbaik dari ranah musik kontemporer Indonesia saat ini.

Musik ini yang kemudian membawa mereka malang melintang di berbagai pentas internasional. Terakhir mereka tampil di LASALLE College of the Arts, Singapura. Sebelumnya mereka sukses melakukan Tour di 3 kota di Australia, yang berakhir di sebuah festival bergengsi, "OVERGROUND" dalam rangkaian Melbourne Jazz Festival.

Kali ini sebuah kabar baik kembali berhembus dari negeri kangguru. Senyawa kembali dipilih sebagai salah satu penampil dalam Mona Foma bulan Januari 2012 nanti. Festival bergengsi yang diadakan di negara bagian Tasmania, yang juga menampilkan The Dresden Dolls dan Amiina. Selang 2 bulan kemudian Senyawa dijadwalkan tampil dalam Adelaide Music Festival, kali ini mereka akan tampil berkolaborasi dengan Chiri dan Bae Il Dong. Prestasi yang cukup membanggakan, tampil di dua festival musik berskala internasional.

Setelah lama tidak melihat performance mereka. Sekitar sebulan yang lalu, akhirnya saya bisa melihat penampilan mereka. Mereka tampil dalam rangkaian tur "Kerasukan Suara Bahaya" oleh Malaikat dan Singa, sebuah proyek dari seniman asal Amerika Serikat Arrington de Dionyso di Kedai Kebun Forum, Yogyakarta. Berikut dua video penampilan mereka saat itu. Video pertama adalah ketika mereka membawakan lagu dari album "Senyawa" berjudul "Abu". Sedang video kedua, ketika mereka membawakan sebuah lagu baru berjudul "Pasca". check their music! And you'll know what i'm say about!






YNK #14: Senyawa - Abu from Yes No Klub on Vimeo.
--------------------------------------------------------------------------

for further information:
download album Senyawa via Yes No Wave Music klik di sini

Senin, 21 November 2011

YES, IT'S A FINAL!



Menjelang final nanti malam. Derby Malaya. Pertandingan final penuh gengsi dan emosi.
Apalagi presiden sudah fix tidak hadir, harapan kembali tinggi.
Namun, semoga para pemain bisa tetap bermain tenang. Dan, mari kita tetap mendukung Indonesia.

A Y O   I N D O N E S I A   B I S A !

Minggu, 20 November 2011

Itinerary #eastjavatrip

Berikut itinerary perjalanan #eastjavatrip saya, namun beberapa saya sudah lupa harganya pastinya sehingga saya kosongi. Jika ingin melihat perjalanan saya secara rinci, bisa dibaca di bagian lain dari blog ini. Ini hanya semacam rangkuman secara keseluruhan itinerary saya. Semoga cukup membantu kawan-kawan semua J

dari Jogja ke Bromo
1. Jogja - Malang: kereta bisnis Malabar (Rp 120.000)
2. Malang - Arjosari: angkot ADL/AL (Rp 2.000)
3. Arjosari - Purwodadi: naik bison
4. Purwodadi - Nongkojajar naik mikrolet
5. Nongkojajar - Tosari naik ojek (Rp 30.000)
6. Tosari - Bromo (paket ke Pananjakan, Kawah, Savana dan Pasir Berbisik) naik jeep (Rp. 350.000 + Rp. 150.000) *tapi untuk maksimal 5 orang*
7. Retribusi wisata Bromo Rp. 5.000/orang

dari Bromo ke Ijen
1. Tosari - Pasuruan: naik "taksi" ongkos Rp 20.000/orang
2. Pasuruan - Probolinggo: naik bis Rp 9.000/orang
3. Probolinggo - Bondowoso: naik bis Rp 14.000/orang
4. Bondowoso - Sempol: naik angkot Rp 15.000/orang
5. Sempol - Paltuding naik ojek Rp. 80.000/orang PP
6. Retribusi wisata Kawah Ijen Rp 4.000/orang

dari Ijen ke Taman Safari II
1. Sempol - Bondowoso naik angkot Rp. 15.000/orang
2. Bondowoso - Probolinggo naik bis Rp 14.000/orang
3. Probolinggo - Malang naik bis Rp. 18.000/orang
4. Malang - Pasuruan naik motor pinjaman
5. Tiket masuk Taman Safari Rp. 60.000/orang

dari Malang ke Jogja naik travel Rp 100.000/orang

--------------------------------------------------------------

Daftar Kontak:
Bromo - Jeep (Pak Bagong) : +6285234863840
Bromo - Penginapan (Wulan Ayu): 0343-571011

Ijen - Catimor Homestay (Mbak Ningrum) :  +6281357999800    
Ijen - Rumah Warga dan Ojek (Pak Beben) : +6285336468884
Travel Malang: 0341-9999199

#eastjavatrip III - Taman Safari II Prigen

Ini adalah perjalanan terakhir saya dalam rangka #eastjavatrip, setelah sebelumnya saya melakukan perjalanan ke Gunung Bromo dan Kawah Ijen. Sebenarnya rencana awal saya adalah melakukan perjalanan ke Taman Nasional Baluran. Namum dikarenakan sudah mulai musim hujan, maka saya menunda perjalanan ke Baluran ini. Dan menggantinya dengan Taman Safari. Ya paling gak sama-sama taman dan banyak binatang J Selain itu saya juga belum pernah ke Taman Safari di Indonesia. Sebelumnya saya pernah mengunjungi Night Safari di Singapura. Kurang puas menurut saya, karena namanya juga safari malam. Jadi beberapa hewan kurang begitu jelas, dan tidak bisa difoto karena dilarang menggunakan flash camera. Berikut perjalanan saya dari Kawah Ijen menuju Taman Safari II Prigen. Enjoy it!

Kawah Ijen - Malang

Selesai dari Kawah Ijen. Saya yang sudah bersiap-siap, menunggu angkutan yang akan mengantar saya turun ke Kota Bondowoso. Sambil kemudian saya berpamitan dengan beberapa pegawai Catimor Homestay yang sudah melayani saya dan pacar saya dengan ramah. Sekita pukul 13.30 angkutan yang akan membawa saya sudah menunggu di depan penginapan. Sang supir memberi tanda dengan membunyikan klakson, yang kemudian saya ketahui sebagai pertanda kepada semua penduduk desa. Hal ini dilakukan agar penduduk desa bisa tahu keberadaan angkutannya ini. Sehingga mereka yang ingin naik, bisa segera keluar.

Kali ini saya dan pacar saya duduk di depan, di samping sopir. Sopir yang berbicara dengan logat Madura yang khas ini cukup banyak mengajak saya mengobrol. Pembicaraannya pun sangat random. Mulai dari kondisi jalanan, pekerjaan, sampai wartawan. Saya yang sudah cukup kelelahan setelah melakukan treking Kawah Ijen, hanya bisa mengiyakan setiap dia mengajak bicara.

Sekitar pukul 16.00 saya sudah mencapai Terminal Kota Bondowoso, dari tempat ini saya lalu naik bis jurusan Probolinggo, dilanjutkan bis jurusan Malang. Cukup panjang dan melelahkan. Saya mencapai Terminal Arjosari Malang sekitar pukul 22.30. Dari situ saya naik ojek menuju Jl. Diyono, komplek sekitar Universitas Brawijaya Malang, untuk bermalam di rumah teman pacar saya. Lega rasanya bisa beristirahat, setelah lelah seharian.

Malang - Pasuruan

Keesokan paginya setelah mandi dan bersiap-siap. Kira-kira pukul 12.00 saya bergegas menuju Pasuruan. Kali ini, saya mendapat pinjaman motor. Jarak Malang – Pasuruan sendiri sekitar 1 jam. Bis ke arah Pasuruan juga banyak, jadi jangan khawatir jika Anda menggunakan transportasi umum. Toh, di Taman Safari II nanti juga disediakan bis safari bagi Anda yang tidak membawa mobil pribadi. Sebelum menuju Taman Safari II di Prigen, Pasuruan, saya menyempatkan untuk melakukan brunch di Bakso Dalmas, Jl. Soekarno-Hatta, Malang. Iya, ke Malang kurang lengkap kalau tidak makan bakso. Kota yang selain dikenal karena apel-nya ini juga dikenal karena keenakan bakso-nya. Salah satu yang cukup direkomendasikan oleh kawan saya yang berasal dari Malang adalah Bakso Dalmas ini. Bakso-nya sangat komplit, ada bakso telur, bakso urat, tahu bakso, sampai usus dan kikil juga bisa dicampur. Hasilnya adalah bakso yang mantap!

Selesai brunch saya segera menuju Pasuruan. Jalanan siang itu cukup macet. Mungkin dikarenakan weekend sehingga banyak kendaraan yang berlibur di Malang. Saran saya, jika Anda tidak punya tempat menginap di Malang, lebih baik booking hotel dari jauh-jauh hari dikarenakan kota ini sangat penuh ketika akhir pekan, semacam Bandung-nya Jawa Timur. Sekitar 1 jam kemudian saya sampai di jalan masuk menuju Taman Safari II. Dengan sebuah gapura atau gerbang berbentuk dua tulang yang disilangkan. Dari sini kita masih harus menempuh jarak sekitar 6 km untuk sampai di Taman Safari II.

Taman Safari II
Terletak di Prigen, Pasuruan, Jawa Timur. Berada dalam satu Yayasan Safari Wonder Indonesia, Taman Safari II terletak di daerah lereng Gunung Arjuna. Di sekitar lokasi, banyak warga sekitar yang menjajakan wortel dan sayuran untuk nantinya diber makan ke satwa di dalam. Saya sarankan jika Anda ingin membeli, belilah di luar lokasi. Karena harga sayur-sayuran di dalam lokasi Taman Safari II sedikit lebih mahal. Masuk ke arena Taman Safari kita langsung disambut loket pembayaran. Tiket yang harus saya bayar untuk masuk adalah Rp. 60.000/orang ditambah parkir motor Rp. 5.000. Jika Anda ingin membeli tiket terusan, Anda bisa membeli tiket yang bisa sepaket masuk ke water world.

Setelah membeli tiket, saya kemudian memarkir motor saya pada tempat yang disediakan. Setelah itu hanya butuh jalan kaki sebentar untuk mencapai tempat pemberhentian bis safari. Jam menunjukkan pukul 13.30 ketika saya diminta untuk menunggu sebentar. Maklum, saat itu hanya ada saya berdua dengan pacar saya. Jadi saya diharuskan menunggu pengunjung lain yang akan naik bis safari. Menunggu sekitar setengah jam baru kemudian datang rombongan lain. Dan saya kemudian dipanggil untuk masuk ke dalam bis safari. Hah! Akhirnya, saya sungguh tidak sabar waktu itu! Saya pun memilih tempat duduk paling depan, agar bisa berkomunikasi dengan sopir dan lebih puas dalam mengambil foto.

bis yang disediakan oleh pihak Taman Safari II

foto dari dalam bis, memasuki gerbang area safari
Seperti Night Safari di Singapura, Taman Safari II juga dibagi-bagi menjadi beberapa kawasan benua. Kita akan diantar melalui habitat-habitat asli hewan berdasarkan habitat hewan Eropa, Amerika, Asia dan Afrika. Tiap kawasan memiliki habitat alam dan hewan yang berbeda-beda. Tentu saja yang menarik perhatian adalah beberapa hewan buas yang berkeliaran di sekitar kita. Di antaranya beruang, harimau, dan singa. Hah, sangat menyenangkan melihat hewan-hewan liar ini dengan lebih dekat. Tapi, sayang ketika baru memasuki wahana beruang, baterai kamera saya habis. Alhasil, saya harus puas memfoto dengam menggunakan kamera hp, karena baterai cadangan saya tertinggal di carrier bag saya di Malang. Bah! Tips untuk Anda semua, jangan sekali-kali meninggalkan baterai cadangan Anda!

seekor beruang di arena safari, beruang terkenal suka "mengusili" mobil pengunjung. jadi disarankan tidak mendekati beruang

Satu Hal yang menarik adalah kebanyakan harimau di sini adalah Harimau Bengal yang didatangkan dari India. Saya tahu dari supir bis safari yang juga bertindak sebagai pemandu, bahwa harimau Sumatera hanya ada 2 ekor di Taman Safari II ini. Selain bertindak sebagai wahana hiburan, Taman Safari ini juga mendapat tugas dari Safari Wonder untuk melakukan konservasi beberapa hewan, di antaranya Harimau Sumatera. Seperti kita tahu, ada 8 jenis spesies harimau di dunia, 3 di antaranya sudah dinyatakan punah, yaitu Harimau Caspian, Harimau Jawa, dan Harimau Bali. Ya, dua di antaranya yang punah adalah dari Indonesia. Sehingga sudah menjadi tugas kita semua untuk mempertahankan keberlangsungan hidup Harimau Sumatera.

seekor Harimau Bengal yang mendekati bis. Cakep bener emang hewan satu ini

Setelah puas mengelilingi komplek safari, saya kemudian diturunkan di komplek Baby Zoo. Di kompleks ini terdapat beberapa wahana edukasi tentang satwa. Di antaranya berupa kebun binatang, dan beberapa pertunjukkan safari yang melibatkan binatang-binatang ini, seperti pertunjukkan lumba-lumba, harimau, berbagai burung, dan lain sebagainya. Saya sangat menikmati pertunjukkan harimau di sini. Ada 3 jenis harimau yang berbeda, yaitu Bengal, Sumatera (akhirnya saya melihat di taman safari ini), dan harimau putih. Pertunjukkan dikemas sedemikian rupa, sehingga mampu mengedukasi pengunjung, untuk mengenal ciri khas dan kehidupan harimau-harimau ini. Seperti Harimau Sumatera yang ternyata mampu memanjat pohon setinggi lebih dari 7 meter untuk memburu kera di alam liar.

seekor Harimau Sumatera memamerkan kelebihannya memanjat

seekor harimau putih yang baru saja melompat dan menangkap umpan di dalam air

Selain itu kita juga bisa berfoto dengan beberapa satwa yang tersedia. Ketika saya ke sana, ada 2 ekor anak singa dan satu ekor bayi orang utan yang bisa diajak berfoto. Harga untuk berfoto adalah Rp 10.000/orang dengan kamera pribadi. Sebenarnya saya sangat ingin berfoto dengan bayi harimau putih, karena sebelum saya kemari, saya sempat googling dan menemukan beberapa foto pengunjung dengan bayi harimau putih. Ketika saya tanya, sang pemandu menjawab dengan mudah, “Masih kok Mas harimau putihnya. Tapi itu (sambil menujuk arah kandang harimau putih) harimaunya udah besar. Jadi mau foto Mas?”. Jawaban tersebut cukup mengurungkan niat saya untuk berfoto dengan harimau putih. Hah! Oke deh, nunggu harimau-harimau putih itu kawin dan punya bayi lagi.
tidak melewatkan berfoto dengan bayi singa, yang keliatan udah ngantuk banget :D

Puas berfoto, saya kemudian jalan-jalan ke beberapa kandang satwa di kawasan Baby Zoo. Ada harimau Bengal (lagi), harimau putih yang kandangnya jadi satu dengan restoran (jadi kita bisa bersantap ditemani harimau putih dibalik kaca), cheetah, lalu buaya, dan aneka satwa lainnya. Melewati kandang buaya dan cheetah cukup membuat saya deg-degan. Maklum keduanya harus dilalui dengan melewati jembatan gantung di tengah kandang, yang terkadang sedikit bergoyang ketika dilewati. Padahal dua hewan tersebut adalah hewan buas. Tapi sensasi ketika Anda melewatinya cukup menyenangkan, haha.

harimau putih di dalam kandang kaca

Beberapa wahana hiburan juga terdapat di arena ini seperti Rumah Misteri dan pertunjukkan “Journey To The Temple of Terror”. Karena sudah terlalu siang, saya hanya menikmati dua pertunjukkan di arena ini. Yaitu, pertunjukkan harimau dan “Journey To The Temple of Terror”. Pertunjukkan yang terakhir saya lihat, sungguh bagus. Saya tidak menyangka di Indonesia ada pertunjukkan semacam ini, di Jawa Timur lagi. Saya pernah menikmati pertunjukkan sejenis, yaitu “Water World” di Universal Studio of Singapore. Sebuah pertunjukkan action dengan tokoh yang terlatih dan setting panggung yang tidak biasa, dan tentunya melibatkan binatang-binatang terlatih. Jadi, pertunjukkan ini wajib anda tonton ketika berkunjung ke Taman Safari II Prigen. Tapi, sayang tidak bisa mengambil foto selama pertunjukkan berlangsung. Dan, oiya kalau Anda ingin menikmati pertunjukkan ini secara lebih seru, pilihlah tempat duduk di depan sebelah kiri. Niscaya anda akan mengalami pertunjukkan yang luar biasa.


setting tempat wahana "Journey to The Temple of Terror" yang cukup megah
suasana ketika pertunjukkan. harus sembunyi-sembunyi mengambil foto, karena tidak diperbolehkan.

Sekitar pukul 17.00 saya memutuskan untuk segera pulang. Dikarenakan pukul 20.00 travel akan menjemput saya di Malang untuk kembali ke Jogja. Pengalaman bersafari tersebut sangat menyenangkan. Saya senang, ada wahana hiburan yang bagus, tidak terlalu maha, namun juga tidak begitu ramai di Indonesia. Ah! Saya benar-benar tidak menduga. Oiya, jangan lupa membeli cendera mata dari sini, untuk mendukung kampanye konservasi hewan liar di sini. Saya sendiri membeli satu kaos zebra yang cukup unik, seharga Rp 100.000 saja, bahan kaos dan sablonannya pun cukup bagus. Jadi cukup reccomended lah!

Jumat, 18 November 2011

#eastjavatrip II - Kawah Ijen

Ini adalah bagian kedua dari perjalanan #eastjavatrip saya. Tujuan kali ini adalah, Kawah Ijen. Enjoy the words and picture!

Bondowoso - Sempol
Kamis, 10 November 2011 sekitar pukul 9.30 siang, saya sudah berada di Terminal Bondowoso. Setelah malam sebelumnya saya terpaksa harus menginap di kota ini. Begitu sampai terminal, saya langsung tanya angkutan menuju Sempol. Kali ini sebuah elf tua, dengan berisikan beberapa ibu-ibu pedagang, dan bapak-bapak yang bekerja di perkebunan. Hampir sama dengan angkutan yang waktu itu membawa saya turun dari Desa Tosari di Pasuruan. Bedanya, angkutan kali ini nampak lebih manusiawi, karena menggunakan elf, meskipun sama-sama sudah usang.

Tapi berhubung kali ini saya dan pacar saya duduk di tengah, jadi terasa bahwa angkutan ini sangatlah penuh. Bayangkan di tengah elf tersebut, terdapat sebuah spiker besar yang terkadang memutar lagu dangdut pantura. Di atas spiker tersebut ada carrier saya. Lalu di sekitar spiker tersebut, bergeletakan mulai dari beras, telor, tahu, sampai sayur-sayuran. Belum lagi beberapa barang yang diikat di atas kendaraan ini. Haha. Benar-benar angkutan publik ini namanya!

Berurut-urut dari atas. penampakan elf dari luar dan dalam

Tujuan saya kali ini adalah Catimore Homestay, yang letaknya di Kebun Blawan, Sempol. Jadi di sekitar pegunungan Kawah Ijen terdapat kebun kopi yang sangat luas yang dikelola oleh pemerintah, dalam hal ini PTPN. Jadi kalau Anda ke Kawah Ijen lewat Bondowoso Anda akan melewati banyak plang pintu penjagaan kebun. Setelah itu Anda akan disuguhi hamparan luas kebun kopi di sana. Konon katanya kopi dari sini adalah kopi kualitas ekspor. Nah, selain memanfaatkan untuk kebun kopi PTPN ini juga banyak memanfaatkan lahan ini sebagai daerah agrowisata. Sehingga banyak penginapan murah yang tersedia di sekitar Kawah Ijen. Selain Catimor Homestay, ada lagi Arabica Homestay yang letaknya di Kebun Kalisat Jampit. Namun karena rekomendasi teman bahwa Catimor Homestay lebih dekat dengan Kawah Ijen, maka saya memutuskan untuk bermalam di Catimor Homestay.

Perjalanan ke Sempol memakan waktu kurang lebih 3 jam. Ongkos yang kita bayarkan naik elf ini adalah Rp. 15.000/orang. Dan apa yang dikatakan oleh tukang ojek di Bondowoso ternyata benar. Jalanan ke Sempol sangatlah hancur. Bukan hanya aspal yang berlubang, tapi sudah tidak ada aspal sama sekali. Jalanan berupa batu-batu dengan kiri kanan adalah hutan dan sesekali jurang. Setelah melewati jalanan berbatu kita akan melewati jalanan perbukitan yang sangat rawan longsor. Banyak sisa-sisa longsor dan pohon roboh di sepanjang jalan. Ah tidak terbayangkan jika malam sebelumnya saya memberanikan diri melewati jalan ini naik ojek.

kondisi jalan yang berbatuan, rusak, dan melewati kawasan hutan
Sampai di Kebun Blawan, ternyata angkutan yang saya naiki tidak berhenti di Catimor Homestay. Mereka hanya menurunkan saya di Plalangan, sebuah desa kecil, yang masih berjarak satu desa lagi dengan Catimor Homestay. Awalnya supir angkot ini menawarkan ojek kepada saya, namun kemudian dia berkata, “Kalau naik ojek terlalu dekat mas, mending jalan ke homestay”. Dengan semangat dan mental gratisan, maka saya pun menurutinya. Dan ternyata itu sebuah kesalahan besar. Saya masih harus berjalan sekitar 2,5 km lagi. Bah! Ini sama saja trek Kawah Ijen.

Catimor Homestay, Kebun Blawan, Sempol
Setelah lelah berjalan, akhirnya saya sampai di sebuah pabrik kopi. Tempat Catimor Homestay berada. Ketika saya sampai di sana, ada angkot yang ternyata mengambil penumpang sampai turun ke pabrik tersebut. Ah, nampaknya saya kurang beruntung karena angkutan saya tidak turun sampai bawah. Saran saya, kalau besok Anda ingin naik angkot juga, minta mereka untuk menurunkan Anda sampai bawah. Nambah ongkos gak apa-apa deh. Karena jaraknya memang cukup jauh, sementara Anda harus menyimpan tenaga untuk trekking Kawah Ijen.

Suasana pabrik kopi tersebut sangat menyenangkan, ada aliran sungai di tengahnya. Dan letaknya yang berada di bawah kaki bukit, membuat suasana asri menyelimutinya. Masuk ke dalam pabrik tersebut, terdapatlah Catimor Homestay. Homestay yang nampak sangat nyaman, dengan fasilitas air hangat, kolam renang, dan kolam air hangat. Dan yang menyenangkan lagi, tarif kamar di sini bisa dikatakan sangat murah. Mulai dari Rp 135.000 sampai yang paling mahal Rp 270.000. 

suasan pabrik kopi yang asri, dengan aliran sungai di tengahnya

Jadi, homestay ini mempunya bangunan utama berupa rumah tua berdindingkan anyam-anyaman bambu. Namun lengkap dengan nuansa bangunan kuno dan perkebunan. Membuat kita seolah menjadi tuan perkebunan (jadi ingat film Sherina, haha). Nah di belakang bangunan ini dibangun beberapa kamar standard. Awalnya saya sudah membooking kamar standard, namun melihat kamar-kamar di bangunan utama yang menurut saya lucu dan unik. Saya kemudian pindah ke kamar di bangunan utama seharga Rp. 200.000. Lebih mahal sedikit memang, namun kita bisa lebih merasakan atmosfer perkebunan dari sini (membayangkan jadi Sadam dalam film Sherina, haha).

Catimor Homestay dari luar

Sesampainya di kamar, saya langsung mandi. Dikarenakan badan saya sudah sangat bau dan lengket akibat perjalanan ekstrim yang baru saja saya lalui. Setelah itu saya menikmati pemandian air panas dari hotel ini. Udah bayar jangan lupa untuk memanfaatkan semuanya yang ada, fasilitas apapun dipakai lah pokoknya :D
Oiya, Anda harus siap-siap kehilangan sinyal di sini. Karena semenjak kita memasuki daerah perkebunan, sinyal akan sedikit susah. Untuk Anda yang menggunakan provider Indosat dan XL bersiaplah hidup tanpa sinyal :D para pegawai di sini menggunakan Telkomsel, dan katanya sih lancar-lancar aja. Tapi saya belum mencobanya, karena provider saya si sinyal kuat, ternyata lemah di sini :D

Kawah Ijen
Jumat, 11 November 2011, pukul 4.30, saya sudah bersiap-siap. Begitu juga dengan 2 rombongan wisatawan mancanegara yang semalam juga memenuhi penginapan ini. Kali ini saya akan menuju Paltuding (semacam titik awal memulai trekking Kawah Ijen). Saya sudah membuat janji melalui room service homestay, untuk memesankan 2 ojek. Masing-masing dengan harga Rp 80.000/orang. Sekali lagi, kalau Anda beramai-ramai Anda dapat menyewa paket wisata Ijen dengan menggunakan jeep seharga Rp 250.000 untuk 5 orang. Tapi berhubung saya hanya berdua, maka naik ojek adalah pilihan paling logis.

Perjalanan mencapai Paltuding memakan waktu sekitar 1 jam dari Kebun Blawan. Sepanjang perjalanan kita akan melewati bukit-bukit dengan pemandangan yang menakjubkan. Sampai di Paltuding kita diharuskan membayar kontribusi masuk kawasan wisata sebesar Rp. 4.000/orang. Sangat murah bukan? Terkadang saya berpikir bahwa tempat wisata di Indonesia harus mulai dinaikkan tarifnya. Tentu saja untuk biaya perawatan.

Dari Pos Paltuding kita mulai berjalan kaki sejauh 3  km. Dengan trek menanjak. Namun kondisi trek sudah lumayan bagus dan lebar. Maksud saya dibanding trek naik gunung. Dalam perjalanan ini, saya sesekali berpapasan dengan para penambang belerang. Tepat di hari Pahlawan 11 November saya bertemu ksatria-ksatria yang dengan gagahnya mengangkut belerang, dengan rata-rata berat sampai 70 kg. Saya yang hanya berjalan membawa tas biasa saja sudah kelelahan, apalagi para bapak-bapak perkasa ini. Iya, saya menjuluki mereka “Hercules dari Jawa Timur”.

Di perjalanan menuju puncak Kawah Ijen sesekali saya berpapasan dengan beberapa monyet yang memang mempunyai populasi lumayan banyak di sana. Tapi tenang, monyet-monyet di sini sangat pemalu. Tidak seperti monyet di tempat lain yang terkenal karena ulah isengnya.


Pemandangan selama perjalanan menuju Puncak Kawah Ijen. beautiful, right?

Sekitar satu jam melakukan pendakian, akhirnya saya sampai di Puncak Kawah Ijen. Setelah kemarin terkagum-kagum dengan puncak kawah Bromo, kali ini saya 5x lipat lebih kagum lagi. Sebuah pemandangan yang sangat luar biasa terhampar di depan saya. Kalau Anda tidak percaya, silakan lihat sendiri foto-fotonya. Sebuah dana kawa yang sangat luas ada di puncak bukit tersebut. Benar-benar danau berwarna biru muda dari kejauhan. Di sisi lain terdapat tambang belerang yang terus mengeluarkan asapnya. Ah! Pemandangan ini benar-benar luar biasa. Terbayar sudah kelelahan mendaki selama 1 jam. Jauh lebih melelahkan dari trekking Bromo, namun pemandangannya juga jauh lebih bagus dari Kawah Bromo.

best view from the top of Ijen Crater

Puas dengan pemandangan di atas Kawah Ijen dari atas, saya kemudian memutuskan untuk turun ke bawah. Iya, saya sangat penasaran ingin menikmati Danau Kawah Ijen tersebut. Pacar saya, yang memutuskan menunggu di atas. Baiklah, ini membuat saya bisa bergerak lebih cepat. Karena, tentu saja saya tidak ingin berlama-lama di sana. Asap belerang sangat pekat. Saya pernah mengalaminya ketika mendaki Merapi tahun 2008 lalu. Asap belerang mengenai saya dan rekan-rekan saat hampir mencapai puncak. Hasilnya dua teman saya mengalami alergi di bibirnya, yang kemudian membengkak. Saya yang memakai penutup wajah, cukup aman. Pelajaran ini membuat saya sudah well prepared dengan penutup wajah yang dibasahi dengan air. Jangan lupa untuk membawa masker, penutup wajah, slayer, atau minimal gunakan kaos anda dengan dibasahi air untuk menutupi hidung dan mulut. Dan bernafaslah dari sana.

Sekitar 20 menit saya turun dengan cepat ke danau kawah. Saya berpapasan dengan wisatawan mancanegara yang sudah kembali ke atas. Mereka terbatuk-batuk seakan tidak tahan dengan asap belerang yang pekat. Sampai di bawah, saya melihat para hercules ini sedang menambang tepat di sumber asap belerang tersebut berasal. Saya masih terheran-heran dengan mereka. Bagaimana orang-orang ini bisa bertahan di sini. Sungguh tidak mengenakkan asap belerang tersebut, benar-benar menusuk di paru-paru, dan membuat kita terbatuk-batuk.
Tambang belerang, yang selalu dipenuhi asap belerang yang terkadang sangat pekat

salah seorang penambang yang bekerja di bawah, setiap hari bertarung dengan asap belerang yang pekat. tampak wajah dan matanya berwarna merah sekali, efek dari asap belerang tersebut
Sampai di bawah saya langsung menuju danau kawah tersebut. Pemandangan yang sangat luar biasa kembali tersaji di sini. Sebuah danau kawah yang sangat luas. Berwarna biru tua dan sedikit hijau (berbeda dengan pemandangan dari atas di mana airnya berwarna biru muda). Kata seorang penambang dahulu, danau kawah tersebut tidak sebesar sekarang. Namun entah mengapa, makin lama makin besar.

pemandangan di danau Kawah Ijen
Tidak lama-lama saya berhenti di sini, saya langsung berpamitan dengan salah satu penambang yang berjaga di situ. Saya pun bergegas kembali ke atas. Perjalanan ke atas tentu lebih berat karena jalan mendaki yang terjal dan berbatu. Saya tidak membayangkan para penambang ini membawa beban 70 kg melalui trek semacam ini, demi upah Rp 625/kg. Orang-orang yang membuat saya terkagum-kagum. Bahwa untuk bertahan hidup, manusia mempunyai kemampuan hebat untuk beradaptasi. Bahkan kalau kata pepatah, burung yang tidak menanam saja bisa makan. Apalagi orang-orang hebat ini, alam pasti akan membalas dan merawat mereka, saya yakin.

Setelah puas dengan pemandangan Kawah Ijen, saya pun bergegas turun. Dan kembali ke Pos Paltidung. Di sana, tukang ojek saya, Pak Beben sudah menunggu. Karena kelelahan saya pun, segera kembali ke penginapan. Sesampainya di penginapan, saya langsung berenang. Air yang sangat dingin membuat  saya yang tadinya panas dan kelelahan, menjadi sedikit segar. Selesai berenang, saya kemudian mandi. Dan segera berkemas untuk perjalanan selanjutnya, menuju Malang!


--------------------------------------------------------------------

Info seputar Catimor Homestay: klik di sini
Kontak Catimor Homestay (Mbak Ningrum) : +6281357999800
Kontak Rumah Warga dan Ojek (Pak Beben) : +6285336468884

Melancholic Bitch Feat Frau - Off Her Love Letter (single)

Salah satu band favorit saya, sejak pertama kali melihatnya di tahun 2006. Band yang mendapat banyak apresiasi dan perhatian pasca album Balada Joni dan Susi (2009) yang mereka rilis. Beberapa media pun menyebut mereka, sebagai salah satu band cerdas yang mampu bermain dengan lirik dan musik yang cerdas. Cholil (Efek Rumah Kaca) pun menyebut Melancholic Bitch sebagai ERK dengan tingkat yang lebih advanced.

Tapi jauh, sebelum itu. Album pertama mereka, Anamnesis, sudah dirilis tahun 2004. Melalui beberapa kaset dan keping CD. Album yang kemudian membuat saya jatuh cinta (cieeee) pertama kali-nya pada band ini - sampai kemudian saya dibuat jatuh hati berkali-kali dengan mereka- Hah! Tak terdefinisikan memang aliran grup band ini. Kalau Anda sudah mendengar album BJS, maka musik mereka di album pertamanya ini cukup berbeda. Gelap, dan sangat dalam. Liriknya disajikan dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Yang lebih hebat dari album ini, adalah sebagian besar lagunya tentang cinta dan kepedihan. Tapi yakinlah mereka menyajikannya dengan cara berbeda, tanpa harus terdengar cengeng. Mendengarkan album ini membuat Anda terkadang bernyanyi namun terkadang hanya terdiam. Modaro!

Mendengar kabar bahwa album Anamnesis akan dirilis ulang, membuat saya banyak berharap banyak akan album ini. Album ini harus bagus! bagaimanapun caranya melebihi album BJS! haha. Karena jujur, album ini lebih lama bertahan di playlist saya ketimbang album BJS. Ini salah satu single yang mereka rilis untuk album re-Anamnesis. Sebuah single favorit saya (dan banyak orang mungkin) di album Anamnesis. Off her love letter


Liriknya simpel, namun sangat dalam;
wake up, don’t you hide now. sometime this morning someone, takes you on the run. breathe up all you can somehow, sometime this morning someone will take you run. takes you run. 
takes you on the run, you can. 
(somebody someone to feel you, to heal you, somebody someone to kill you, ever and ever)



Rabu, 16 November 2011

#eastjavatrip Bondowoso

Salah satu hal yang tidak mengenakkan dalam perjalanan #eastjavatrip saya kali ini adalah terdampar di sebuah kota yang bernama Bondowoso. Ya, saya sama sekali tidak merencanakan untuk singgah lama di kota ini. Tapi saya sudah kehabisan angkutan untuk membawa saya keluar dari kota ini menuju Kebun Blawan, Sempol. Hal ini membuat rencana saya sedikit berantakan, dan harus saya re-schedule ulang.

Jadi setelah selesai dari Gunung Bromo, saya kemudian segera bergegas dari Desa Tosari di Pasuruan ke bawah, ke daerah kota Pasuruan. Agak terburu-buru memang, dikarenakan dari beberapa sumber yang saya dapat, angkutan umum ke Kawah Ijen hanya beroperasi sampai kira-kira pukul 16.00. Saat itu saya berangkat dari Desa Tosari sekitar pukul 12.00 (naik taksi seharga Rp 20.000/orang), sampai di Pasuruan sekitar pukul 14.00. Kemudian pukul 15.30 mencapai Probolinggo dengan naik bis seharga Rp 9.000/orang. Dan tet tot! Tidak mungkin saya mencapai Bondowoso pukul 16.00. Tapi akhirnya saya dan pacar saya tetap nekad menuju Bondowoso menggunakan bis dari terminal Probolinggo, dengan membayar Rp. 14.000/orang.

Dan benar, sampai di Bondowoso sekitar pukul 18.30, saya sudah kehabisan angkot menuju tempat tujuan saya di Kebun Blawan, Sempol. Di terminal Bondowoso, ada supir ojek yang menawari saya untuk mengantar ke tujuan saya tersebut, namun dengan ongkos Rp. 100.000/orang. Kalau di total, saya berdua dengan pacar saya akan menghabiskan Rp. 200.000. Ah, saya tidak rela!

Supir ojek itu meyakinkan saya, bahwa jalan ke sana sudah rusak, melewati hutan pula. Dan rawan longsor, apalagi ketika musim hujan seperti sekarang. Kesalahan si tukang ojek. Cerita ini malah membuat saya benar-benar mengurungkan niat untuk bergerak menuju Blawan malam itu. Akhirnya saya memutuskan untuk menunda perjalanan saya sehari, untuk terpaksa bermalam di Bondowoso. Saya kemudian mencari penginapan tidak jauh dari terminal. Hanya dengan ongkos Rp 5.000 naik becak menuju hotel tersebut. Saya lupa hotelnya, tapi pasti semua tukang becak dan ojek di Bondowoso tahu hotel tersebut. Tarif kamarnya hanya Rp 55.000 semalam. Cukup murah, karena keesokan paginya saya harus segera bergegas ke terminal. Layanan minimal dari penginapan sudah saya maklumi, tapi paling tidak saya dapat teh hangat sebagai welcome drink.

Keesokan paginya, Kamis 10 November 2011, datang pelayan yang kembali membawakan teh hangat untuk saya dan pacar saya. Setelah cuci muka, karena malas mandi, saya dan pacar saya kemudian bergegas ke terminal untuk menuju Kebun Blawan, Sempol. Di perjalanan menuju terminal, saya melewati sebuah stasiun. Saya kemudian meminta kepada tukang becak tersebut untuk berhenti. Saya hendak mencari jalur pulang, setelah dari Kawah Ijen nanti. Tapi ternyata, stasiun kereta api di Bondowoso sudah tutup. Kata tukang becak tersebut, sudah tutup sekitar 4 tahun yang lalu. Di beberapa ruas jalan terdapat rel kereta api tua yang sudah digunakan sebagai pemukiman penduduk. Pertanda tidak ada kereta api lagi yang melewati jalur rel kereta tersebut. Sangat disayangkan, sebuah kota dengan tujuan wisata yang menarik, namun tidak memilik akses kereta api ke kotanya. Hanya bis kota, satu-satunya transportasi publik guna mencapai Bondowoso.

Gerbong Maut
Sampai di sebuah sudut alun-alun terdapat sebuah monumen yang dinamakan Monumen Gerbong Maut. Karena penasaran, saya kemudian bertanya kepada tukang becak yang mengantarkan saya. Kemudian dia menceritakan tentang kisah kepahlawanan masyarakat Bondowoso. Pada masa penjajahan, Pemerintah Belanda banyak menangkapi para pemuda yang dianggap sebagai pemberontak dan kaum ekstrimis. Para pemuda ini dijebloskan ke dalam penjara Bondowoso. Sampai akhirnya penjara ini sudah sangat penuh dan melebihi kapasitas. Pemerintah Belanda saat itu kemudian memutuskan untuk memindahkan beberapa tahanan (yang kemudian saya ketahui sejumlah 100 orang). Seratus orang ini kemudian dimasukkan ke dalam 3 gerbong. Yang adalah gerbong barang, sehingga tidak ada jendela di dalamnya. Gerbong ketiga yang masih baru dan panjang menjadi rebutan para pejuang tersebut, padahal gerbong ini malah tidak mempunyai lubang ventilasi sama sekali.

Kereta ini membutuhkan waktu lebih dari 12 jam untuk mencapai Surabaya. Bayangkan ketika siang, panas terik matahari yang “memanggang” orang-orang ini. Perjalanan maut ini kemudian menewaskan semua orang di gerbong ketiga sejumlah 38 orang. Ditambah 8 orang meninggal dari gerbong kedua. Peristiwa ini yang kemudian diperingati sebagai “Gerbong Maut”. Kejadian ini yang kemudian menginspirasi film “Kereta Api Terakhir” (1981) yang dibintangi oleh Gito Rollies. Kisah yang membuktikan kekejaman luar biasa oleh tentara Belanda saat itu. Membuat saya semakin menyesal kenapa negeri ini tidak dijajah Inggris. Kenapa Raffles waktu itu cepat berlalu dari Pulau Jawa. Ah!

Sekitar pukul 9.00 saya kemudian tiba di terminal kota Bondowoso, tepat dengan berakhirnya cerita singkat dari tukang becak tersebut tentang sejarah dan asal muasal kota Bondowoso. Dari terminal Kota Bondowoso tersebut saya akan segera naik ke daerah perkebunan di lereng sekitar Kawah Ijen untuk bagian II dari #eastjavatrip. See you at the crater!

#eastjavatrip Masyarakat Suku Tengger

Sesuai janji saya, berikut semacam reportase (ciee reportase) selama saya menetap di Desa Tosari, Pasuruan.

Jadi, selain bekerja di bidang pariwisata, sejumlah warga Tosari masih melanjutkan tradisi nenek moyang mereka, Suku Tengger, yaitu bertani. Mereka adalah petani yang hebat, para ksatria Bromo, kalau kata tukang ojek yang mengantar saya dari Nongkojajar ke Tosari. Meskipun bertani, namun mereka bisa dikatakan hidup berkucukupan. Ya iyalah mereka bertani kentang, pikir saya J. Namun paling tidak begitulah harusnya petani, bisa berkucukupan bahkan kalau perlu, petani haruslah kaya. Itu harapan saya sih. 

Oya, sepanjang perjalanan dari Nongkojajar ke Tosari via ojek itu, saya banyak mendapat cerita tentang kehidupan masyarakat Tengger di sana. Ya, mulai dari masyarakatnya yang bekerja di sektor pertanian dan pariwisata. Selain itu saya juga mendapat cerita tentang kerukunan beragama di sana. Di sepanjang jalan saya banyak menemui tugu batu kecil yang ditutupi kain. Ciri khas kalau di situ banyak bermukim masyarakat beragama Hindu. Iya, kata supir ojek tersebut. Karena bisa dikatakan agama asli penduduk situ adalah Hindu-Buddha, dan ada beberapa yang sudah beralih ke Islam. Namun penduduk Hindu – Islam di sana tetaplah hidup rukun bersama. Tidak ada perubuhan patung atau apapun itu #eh.

Hal senada juga saya dengar dari Pak Bagong (pengemudi jeep kami). Pak Bagong bercerita bagaiamana kehidupan beragama di sini sangatlah baik. Masyarakat Islam dan Hindu mampu hidup berdampingan. Selain dua agama tersebut, terdapat juga penduduk yang beragama Kristen. Bahkan satu-satunya SMA di Desa Tosari adalah sekolah Kristen. Jadi di tengah masyarakat Islam-Hindu terdapat satu sekolah beragama Kristen di sana. Pak Bagong mengatakan bahwa dirinya adala muslim namun dia dulu juga bersekolah di sana. Dan itu tidak mempengaruhinya, sekarang dia tetap menjadi seorang muslim yang taat.

Dari Pak Bagong juga saya mendengar kisah (atau dongeng lebih tepatnya) tentang asal muasal suku Tengger. Kisah ini juga pernah saya baca di sebuah diorama di Museum Gunung Berapi Merapi di Sleman, Yogyakarta. Konon nama suku ini berasal dari nenek moyang mereka, yaitu “Joko Seger” dan “Roro Anteng”, gabungan kedua nama tersebut yang kini dikenal sebagai “Tengger” (Anteng-Seger). Joko Seger adalah anak dari seorang petapa (Brahmana) dengan istrinya yang tinggal di lereng Bromo. Konon ketika lahir, tangisan Joko sangat keras, sehingga orangtuanya memberi nama Joko Seger. Berbeda dengan Roro Anteng, yang dilahirkan dari pasangan Raja dan Permaisuri Kerajaan Majapahit yang mengungsi ke lereng Gunung Bromo, akibat kalah perang dengan anaknya. Ketika dilahirkan Roro Anteng sangat tenang, dan tidak menangis, maka kedua orangtuanya menamakannya Roro Anteng (anteng = diam dalam bahasa Jawa). *Kalau dalam sejarah, raja ini semestinya Raden Brawijaya. Raden Brawijya yang beragama Hindu hendak melarikan diri dan mengungsi ke Bali, dikarenakan anaknya Raden Patah dengan Kerajaan Demak yang saat itu menganut agama Islam berhasil mengalahkannya, inilah alasan masyarakat asli Tengger mayoritas menganut agama Hindu*

Dua anak yang tumbuh dewasa ini akhirnya menikah dan tinggal di lereng Gunung Bromo. Mereka tinggal di sebuah desa yang kemudian mereka namai Tengger. Namun setelah lama menikah, mereka tidak kunjung dikaruniai anak. Sampai akhirnya Joko Seger bersumpah di kaki Gunung Bromo “Jika aku mempunyai 25 anak. Aku akan mengorbankan salah satu anakku, untuk menjadikan sesaji di Kawah Gunung Bromo”. Setelah mengucapkan sumpah tersebut, kemudian muncul api dari Kawah Gunung Bromo, pertanda doa dan sumpah itu didengar oleh Dewa.

Dewa nampaknya benar-benar memenuhi doa mereka. Joko Seger dan Roro Anteng kemudian dikaruniai anak. Sampai akhirnya mereka mempunyai 25 anak. Saking gembira dan bahagianya, Joko Seger lupa akan janjinya tersebut. Sampai akhirnya pada suatu malam, ketika Joko Seger tidur, Dewa datang dalam mimpinya dan menagih sumpah Joko Seger untuk mengorbankan anaknya. Keesokan paginya, Joko Seger sangat resah karena dia sangat mencintai semua anaknya.

Kemudian dikumpulkannya ke-25 anaknya itu. Di depan mereka semua Joko Seger menjelaskan sumpahnya kepada Dewa. Anak sulungnya yang mendengar itu, tidak mau dan tidak bersedia untuk mengorbankan diri. Anak-anak yang lain pun demikian. Sampai akhirnya, si anak bungsu, yang bernama Jaya Kusuma bersedia berkorban demi saudara-saudaranya. Sebelum menceburkan diri ke dalam kawah Bromo, Jaya Kusuma meminta kepada ayah, ibu, dan saudara-saudaranya untuk mengirimkan hasil perkebunan ke kawah Gunung Bromo.

Tradisi ini yang kemudian masih dilestarikan oleh masyarakat Tengger di sekitar Gunung Bromo, dengan melaksanakan Tradisi Kasadha. Tradisi yang diadakan dengan memasukkan berbagai sesaji dan hasil perkebunan ke dalam Kawah Gunung Bromo, tempat Jaya Kusuma menceburkan diri. Upacara diadakan pada tengah malam hingga dini hari setiap bulan purnama sekitar tanggal 14 atau 15 di bulan kasodo (kesepuluh) menurut penanggalan Jawa. Terakhir Tradisi Kasadha ini dilakukan pada tanggal 14-15 Agustus 2011 yang lalu. Tradisi tahunan ini selalu mengundang minat para wisatawan baik asing maupun dalam negeri.

Selain Tradisi Kasadha, ada juga tradisi-tradisi lain yang masih diletarikan oleh Suku Tengger, yaitu Tradisi Karo. Kalau kata Pak Bagong, tradisi ini mirip tradisi lebaran. Di mana perayaan dilakukan sebulan penuh dengan saling silaturahmi. Selama sebulan ini mereka juga pesta, dan makan-makan. Uniknya tradisi ini tidak hanya dilakukan oleh penganut agama tertentu saja, tapi dilakukan oleh semua warga, baik beragama Hindu, Islam, maupun Kristen. Ini sebagai bentuk penghormatan mereka terhadap budaya nenek moyang mereka. Acara ini dirayakan setiap tanggal 15 bulan Karo (kedua) tahun saka. Dalam masyarakat Tengger mereka menganggap Karo adalah hari besar mereka. Sehingga mereka merayakannya lebih meriah dari Kasadha. Sehingga beberapa dari mereka bahkan harus libur berladang untuk merayakan hari raya ini. Dukun adat akan mendatangi rumah para warga satu per satu untuk mendoakan rumah tersebut. Pesta-pesta pokoknya kalau kata Pak Bagong. Oke Pak, besok saya ke sana lagi pas Hari Raya Karo aja! ;D


Selasa, 15 November 2011

#eastjavatrip I - Bromo

Sekitar seminggu yang lalu, saya dan pacar saya melakukan semacam “piknik” bersama. Di twitter saya menyebutnya dengan #eastjavatrip. Perjalanan ini meliputi 3 tempat wisata berbeda di Jawa Timur, yaitu Gunung Bromo, Kawah Ijen, dan Taman Safari II Pringgen. Tujuan pertama saya adalah, Gunung Bromo. Sikat John!

Jogja – Malang – Tosari (Pasuruan)
Dimulai dengan tanggal 7 November 2011, pukul 23.00 kami sudah mencapai Stasiun Tugu Yogyakarta. Tujuan kami adalah kota Malang dengan menggunakan kereta api bisnis Malabar yang berangkat tepat pukul 24.00. Karena kami berdua mempunyai kenangan buruk akan ketinggalan transportasi (pacar saya ketinggalan pesawat, dan saya ketinggalan kereta) jadi maklum kalau kami datang dengan sangat awal. Sembari menunggu kami berdua memutuskan untuk mencoba kursi pijat refleksi di stasiun. Lumayan membuat badan rileks agar bisa tidur nyenyak di kereta. Cukup dengan 10ribu saya dipijat oleh mesin otomatis berbentuk kursi yang mempunyai panel-panel bergerak seakan memijat-mijat kita. Saya menikmatinya, sedangkan di sebelah saya, pacar saya malah tertawa-tawa karena tidak tahan dengan geli katanya.

Kereta api pun datang, gerbong besi ini yang kemudian membawa saya selama kurang lebih 8 jam untuk turun di stasiun Kotabaru Malang. Tidak banyak yang saya ingat selama perjalanan. Tetapi juga merupakan hal baru, karena ini pertama kalinya saya naik kereta menuju Malang. Sesampainya di Malang, tujuan utama saya adalah Desa Tosari, yang berada di dekat Gunung Bromo. Cara mencapainya ke sana? Ini dia jalur transport menuju ke sana:

1. Naik angkot ADL/AL jurusan Arjosari (2ribu/orang)
2. Dari Arjosari naik bison (semacam angkot tapi berupa elf) turun Purwodadi (ongkos lupa)
3. Dari Purwodadi naik mikrolet menuju Nongkojajar (ongkos lupa)
4. Nah, di Nongkojajar hanya bisa naik ojek untuk menuju Tosari, ongkosnya adalah 30ribu/orang. Karena memang sangat lama di perjalanan. Sekitar 1 jam kita baru sampai Tosari. Jalanan cukup terjal karena melewati kawasan hutan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.

Sebenarnya ada dua jalur untuk mendaki Gunung Bromo. Pertama melalui Probolinggo lalu yang kedua melalui Pasuruan (via Desa Tosari). Di Desa Tosari ini banyak penginapan-penginapan dengan harga bervariatif, dari yang murah sampai yang mahal. Mulai dari rumah warga dengan tarif 75ribuan sampai Bromo Cottage yang berharga 1jutaan. Jika Anda belum mendapat tempat menginap bertanyalah dengan warga sekitar karena pasti mereka akan memberi tahu. Atau bahkan menawari untuk menginap di rumahnya. Dan jangan lupa, pandai-pandailah menawar. Desa ini sepertinya memang berkembang menjadi desa wisata. Selain banyak penginapan, banyak jeep-jeep terparkir di rumah para warga. Tentu saja ini untuk angkutan menuju Gunung Bromo.

Karena saya sudah mempunyai tempat tujuan menginap, maka saya langsung menuju kesana. Adalah penginapan bernama Wulan Ayu, yang merupakan milik teman saya (mental gratisan). Letaknya tepat di depan Bromo Cottage. Jika anda ingin ke sana, cukup katakan Penginapan Wulan Ayu, tempat kediaman Bapak Yuli Sungkowo. Rumahnya bersebelahan dengan penginapan. Karena malam itu penginapannya penuh, maka saya dan pacar saya menginap di rumah mereka. Hari itu di rumah teman saya tersebut sedang ramai. Karena sedang ada panen gandum raya. Dan ini merupakan panen gandum yang pertama kali. Masyarakat di sini biasanya menanam kentang. Namun program dari pemerintah pusat menyarankan warga Tosari untuk menanam gandum yang nilai jualnya lebih tinggi. Sehingga panen kali ini banyak mengundang para pejabat pemerintah.

Desa Tosari
Sampai di Tosari sekitar pukul 15.00. Saya kemudian memutuskan untuk beristirahat, karena saya istirahat saya di kereta tidak begitu nyenyak. Bangun-bangun pukul 18.00 saya sudah diselimuti kedinginan. Melihat keluar jendela, sudah berkabut. Bagi Anda yang ingin ke sana, saya peringatkan sekali lagi. Di sana sangatlah dingin, bawa baju hangat yang banyak, sarung tangan, dan jangan lupa penutup kepala. Kecuali jika anda terbiasa hidup di suhu di bawah 10 derajat celcius. Kemudian saya meminjam motor untuk mencari makan di pasar Tosari. Bisa dikatakan pasar kecil ini adalah pusat di Desa Tosari. Jadi jika Anda membutuhkan apapun itu datanglah kemari, mulai dari ojek, warung makan, Bank BRI, angkutan ke Bromo, dan lain sebagainya. Selesai makan saya kemudian bergegas kembali ke rumah teman saya, beristirahat untuk kemudian bersiap pendakian esok paginya.

Puncak Pananjakan
Rabu, 9 November 2011, pukul 3.00 saya sudah bangun untuk bersiap-siap. Pukul 3.30 saya dan pacar saya sudah dijemput oleh jeep. Kekhawatiran saya pun benar, sedikit gerimis pagi itu. Adalah Pak Bagong yang membantu mengendarai jeep untuk kami berdua. Ongkos menyewa jeep adalah Rp. 350.000 untuk jalur Puncak Pendakian dan Kawah Bromo. Maksimal orang dalam satu jeep adalah 5 orang. Jadi saya sarankan Anda berombongan ketika ke sana, jadi bisa benar-benar memaksimalkan kapasitas jeep. Namun, karena kali ini saya dibayari oleh Ibu teman saya, jadi saya benar-benar beruntung mendapatkan angkutan jeep gratis. Hahahaha (tertawa setan)

Perjalanan dari Desa Tosari menuju Puncak Pananjakan sekitar 1 jam. Jalanan ke sana memang sangat terjal dan rusak. Sehingga tidak dianjurkan membawa kendaraan sendiri, kecuali anda membawa kendaraan jeep atau sejenisnya. Alternatif lain selain jeep, adalah dengan mengendarai ojek dengan tarif Rp 100.000/orang. Atau kalau Anda mau nekat ya bawa motor sendiri. Tapi Anda harus benar-benar siap dengan jalan yang rusak parah. Saya tidak mengada-ada, jalan ini benar-benar rusak parah. Ada beberapa ruas jalan yang memang habis putus, lalu jalur alternatifnya masih berupa batu-batu. Untuk masuk ke lokasi wisata, kita masih harus membayar tarif Rp 5.000/orang.

Sampai di lokasi Puncak Pananjakan, saya langsung turun dan menuju warung terdekat. Maklum sangat dingin di situ. Mungkin sekitar 4 derajat celcius. Saya kemudian memesan teh hangat. Dengan cuaca yang sedikit gerimis dan apalagi berkabut, saya pesimis bisa melihat sunrise hari itu. Tapi tak apa, bahkan musim panas pun kata orang di warung itu, kabut bisa saja tebal. Dan tidak selalu ketika hujan akan ada kabut tebal. Jadi gabungan antara keberuntungan dan ramalan cuaca adalah kombinasi yang tepat untuk menikmati sunrise Gunung Bromo yang terkenal itu. Hari itu tidak banyak rombongan yang datang. Kebanyakan wisatawan bearasal dari luar negeri. Beberapa dari Swiss dan Prancis. Saya kemudian menyewa semacam jaket besar dan tebal yang anti air hujan. Karena cuaca masih gerimis saat itu. Saya tidak ingin basah dan kemudian membeku kedinginan. Ongkos menyewa jaket ini adalah 10ribu saja. Selain lebih hangat, jaket ini adalah properti yang bagus untuk sesi foto-foto :D

Benar saja, sampai pukul 5.30 saya di lokasi puncak pananjakan, tidak kunjung nampak apapun karena kabut sangat tebal. Para wisatawan asing yang ada bersama saya juga nampak sedikit kecewa. Ya iyalah mereka jauh-jauh dari Eropa namun kurang beruntung. Lain kali pilih tanggal yang bener ya mister. Sesegera setelah itu saya kembali ke Pak Bagong dan jeep-nya. Saya kemudian memilih untuk langsung ke kawah Gunung Bromo. Pak Bagong adalah sosok yang ramah, dia banyak bercerita tentang budaya Suku Tengger dan kehidupan masyarakat di sekitar Gunung Bromo. Cerita ini nanti saya rangkum dan jadi satukan di tulisan lain yes!
udah berasa orang eskimo dengan jaket tebal sewaan :D

Bantengan dan Pasir Berbisik
Turun dari Puncak Pendakian, saya meminta kepada Pak Bagong untuk diantarkan ke dua tempat yang ada di kaki Gunung Bromo, yang juga adalah spot bagus untuk foto-foto :D bagaimanapun juga wisata Bromo adalah wisata foto-foto, Pak Bagong tahu sekali dengan hal itu. Sehingga dia biasa mencarikan spot yang bagus untuk saya dan pacar saya berfoto. Untuk menambah di dua lokasi ini, warga sekitar biasa memasang tarif sekitar Rp. 150.000 jadi total angkutan jeep untuk Puncak Pendakian – Kawah Bromo plus Bantengan dan Pasir Berbisik adalah Rp. 500.000 (Rp. 350.000 jalur normal + Rp 150.000 jalur tambahan). Pasir Berbisik adalah sebuah padang pasir yang teramat sangat luas. Luasnya bertambah lebar akibat letusan Gunung Bromo setahun yang lalu. Tempat ini yang juga merupakan lokasi shooting Dian Sastro dalam film Pasir Berbisik, makanya dinamai Pasir Berbisik -__-

kalau kata orang sih Pasir Berbisik. ya pokoknya hamparan pasir deh

Di sebelah Pasir Berbisik kemudian ada padang savana yang sangat luas, dinamakan Bantengan. Karena dulu, kata Pak Bagong, tempat ini dipakai oleh orang Belanda untuk memelihara sapi-sapi Belanda yang besar-besar dan oleh warga sekitar dijuluki Banteng -__- alhasil dinamakan Bantengan. Bentuknya adalah savana luas yang berbukit-bukit. Celakanya lagi orang-orang kemudian menamakannya Bukit Teletubies -___- “ karena bentuknya yang mirip dengan perbukitan tempat tinggal empat makhluk berwarna-warni bernama Teletubies. Kalau gak tahu Teletubies silakan googling aja deh. Tempat ini menjadi menarik karena ada dua vegetasi di sini. Gunung Bromo dengan hamparan pasir luasnya, namun di sisi lain ada yang berwarna sangat hijau. Bisa dikatakan sangat kontras dan menakjubkan. Namun jujur, saya lebih takjub dengan bagaimana orang menamai tempat-tempat ini -__- Puas berfoto di sini saya kemudian langsung menuju ke Kawah Gunung Bromo.
hamparan savana, dan di sebelah kanan ada bukit Bantengan (plis, stop bilang ini bukit teletubies -__-)

Kawah Gunung Bromo
Sekitar pukul 7.00 kami sampai di Kaki Gunung Bromo. Semua kendaraan jeep terparkir di sini. Diberi semacam pembatas agar jeep jeep ini tidak naik. Sudah bersiap kemudian para penunggang kuda gunung Bromo yang menawarkan jasa menunggang kuda sampai atas. Ongkos naik kuda sekitar Rp. 75.000/orang PP (hari normal). Namun kata Pak Bagong ketika sepi mungkin Rp. 50.000 mereka juga akan mau. Namun saya dan pacar saya memutuskan untuk berjalan kaki. Rp 100.000 sangatlah tidak sebanding dengan jalur yang menurut kami cukup dekat. Toh, kami pernah naik kuda di De Ranch, Lembang, Bandung. Jadi kami tidak terlalu tertarik.

Di kaki Gunung Bromo persis, terdapat Pura Luhur Poten, tempat peribatan umat Hindu, yang mungkin bisa dikatakan sebagai pura tertinggi di Indonesia atau mungkin dunia. Dulu ketika Gunung Bromo meletus, pernah sekali saya melihat di televisi, bagaimana Suku Tengger di sini, tetap memberikan sesajian di Pura Luhur Poten. Padahal jaraknya yang sangat dekat dengan Kawah Gunung Bromo.

Pura Luhur Poten, berdiri gagah di bawah kaki Gunung Bromo

Sekitar 45 menit mendaki jalanan pasir, kemudian akan ada tangga menuju puncak kawah Bromo. Sekitar 200 anak tangga deh yang jelas. Sampai di atas puncak, kita akan bisa melihat kawah Bromo yang sangat besar ternyata. Wow! Itu kata pertama ketika saya mencapai puncak. Saya belum pernah melihat kawah gunung yang benar-benar bolong seperti yang kita duga ketika kanak-kanak, haha. Baru ketika SMA dan mulai mendaki gunung, saya dapati bahwa gunung-gunung lain tidak bolong, bahkan gunung berapi sekalipun seperti Merapi tidak bolong seperti ini. Ya, meskipun ternyata di dalam bolongan tersebut tidak tampak api dan lahar yang menjilat-jilat keluar seperti bayangan masa kecil saya (efek dongeng Gatotkaca, haha). Melihat ke belakang kita bisa melihat bahwa pura yang tadi tampak sangat megah dan gagah di kaki gunung Bromo hanya terlihat sangat kecil. Apalagi jeep-jeep yang diparkir tampak sangat kecil dan berwarna warni. Angin kencang cukup membuat saya gemetar sesaat, bagaimana tidak, di bawah saya ada kawah yang besarnya mungkin 20 meter. Jika saya jatuh, mungkin akan #nganu.

Saya dengan latar belakang kawah Bromo

Tapi sungguh puas begitu mencapai Puncak Kawah Bromo! Gak usah diceritain lagi lah. Gimana pun juga namanya berada di puncak sebuah gunung pastilah puas sekali. Apalagi dengan suguhan pemandangan alam yang luar biasa. Saya tahu dari seorang guide yang sedang menerangkan kepada rombongan bule. Bahwa sebelum letusan kemarin, kawah Bromo tidak sebesar ini. Dulunya sangatlah kecil. Namun pasca letusan, kawah ini benar-benar menyisakan lubang yang sangat besar. Ini salah satu tips berwisata, dekat-dekatlah dengan rombongan yang memakai jasa tour guide niscaya kita akan dapat panduan dan wawasan secara gratis, dengan hanya bermodalkan “nguping” :D

tidak ketinggalan berpose bersama pacar :D

Setelah puas foto-foto saya pun akan segera kembali ke bawah. Namun baru akan turun, saya kemudian mendengar suara dari dalam kawah! Can you imagine that?! Ada suara gemuruh dari dalam kawah itu.! Tidak hanya saya, namun dua orang wisatawan mancanegara dan seorang pemandunya juga mendengarnya. Suara gemuruh dan seperti ada sesuatu yang bergerak di sana. Luar biasa! Lengkap sudah apa yang saya dapatkan hari itu. Setelah itu saya segera bergegas kembali turun.

Kawah Gunung Bromo yang mengeluarkan asap, dan jika Anda beruntung dapat mendegar suara gemuruh dari dalam perut bumi.

Sekitar pukul 10.00 saya sudah mencapai Desa Tosari kembali. Saya kemudian segera mandi, dan bersiap karena saya harus segera ke Bondowoso untuk mencapai Kawah Ijen. Selesai mandi dan sedikit melakukan packing, saya dipanggil oleh ibu teman saya untuk makan siang. Nasi hangat, sayur sop, perkedel, tempe goreng, dan sambal tomat. Sungguh nikmat siang itu. Di luar kabut sudah kembali meliputi Desa Tosari. Bayangkan siang-siang suhu di sini pun bisa mencapai 15 derajat celcius. Transportasi umum satu-satunya untuk turun dari Tosari adalah menggunakan angkutan yang mereka sebut taksi. Eits! Jangan berpikir tentang taksi blue bird. Karena taksi yang mereka sebutkan adalah sebuah mobil colt tua, yang sudah sangat butut, yang mengangkut para pedagang di pasar Tosari turun ke daerah Pasuruan. Saking berdesakannya ada 16 orang di dalam angkutan itu. Ya! Enam belas orang berdesak-desakkan! Haha. Sekitar jam 13.00 saya dan mobil colt tua itu bergegas turun dari Desa Tosari. Sungguh desa yang menyenangkan, terimakasih Ibu Pras (ibu teman saya) dan Pak Bagong. Saya pasti kembali ke situ, untuk berburu sunrise Bromo :)

------------------------------------------------------------------------------
*Kontak Pak Bagong (Jeep) : +6285234863840 begin_of_the_skype_highlighting            +6285234863840      end_of_the_skype_highlighting begin_of_the_skype_highlighting                end_of_the_skype_highlighting
*Kontak Penginapan Wulan Ayu: end_of_the_skype_highlighting          (0343)571011 begin_of_the_skype_highlighting            (0343)571011      end_of_the_skype_highlighting