Rabu, 04 April 2012

Keindahan Taman Nasional Komodo: Tak Hanya Sekedar Kadal Raksasa (Day 1)

Perjalanan saya dimulai tanggal 9 Maret 2012 di Labuan Bajo, Flores, NTT. Sehari sebelumnya saya mendapatkan livingboat dengan harga yang cukup murah untuk perjalanan 2 hari 1 malam ke Pulau Rinca dan Pulau Komodo, serta beberapa pulau-pulau kecil di sekitarnya, yaitu 500ribu/orang. Namun konsekuensinya saya dan pacar saya harus berbagi boat dengan 3 orang asing yaitu, Peter dari Polandia, Daniela dari Belanda, dan Tony dari Australia. Tiga orang yang kemudian menjadi teman perjalanan saya selama dua hari.

Perjalanan dimulai pukul 8.00 pagi. Semalam sebelumnya hujan deras melanda Labuan Bajo hampir semalaman penuh. Untung bagi saya karena di pagi harinya cuaca agak bersahabat, hanya gerimis-gerimis kecil. Sepanjang perjalanan saya hanya bisa berharap cuaca akan lebih membaik. 2 jam perjalanan menuju Pulau Rinca saya disuguhi pemandangan pelabuhan Labuan Bajo. Awalnya saya sedikit mual dengan diombang ambingnya kapal ini karena arus yang cukup besar. Namun kemudian nampaknya saya terbiasa, bahkan sampai 3 hari di kapal J

kiri-kanan: saya, Daniela, Mas Kiran (kapten kapal), Peter, dan Tony. Dan Diah pacar saya yang mengambil foto =D

Pulau Rinca
Pulau Rinca adalah pulau terluar dari Taman Nasional Pulau Komodo, sehingga paling mudah dijangkau dari Labuan Bajo. Pulau ini juga menjadi habitat hidup populasi komodo. Oleh sebab itu, terkadang beberapa wisatawan hanya pergi ke pulau ini saja, selain jaraknya yang dekat tentu saja ongkos yang lebih murah. Sesampainya di Loh Buaya (dermaga Pulau Rinca) saya dan rombongan kemudian harus berjalan beberapa meter untuk sampai di Pos Awal. Di sini kita diharuskan membayar retribusi atau apapun lah itu namanya. Biaya ini berlaku untuk perjalanan selanjutnya ke Pulau Komodo, jadi simpan baik2 bukti pembayaran tersebut.

Di pos ini sempat terjadi perdebatan kecil, dikarenakan terdapat aturan baru per 1 Maret 2012 tentang biaya masuk bagi wisatawan lokal sebesar Rp 20.000 dan wisatawan mancanegara sebesar Rp. 50.000. Sebelumnya, setahu saya bea masuk untuk wisatawan lokal sebesar Rp 2.500 dan wisatawan mancanegara Rp. 20.000. Tapi anehnya, di sini pengelola TNK (Taman Nasional Komodo) menarik bea masuk lama, lalu ditambah bea masuk yang ditarik oleh pegawai kabupaten Manggarai Barat. Nampaknya ada sedikit kurang koordinasi antar kedua lembaga ini. Belum lagi biaya boat parking  sebesar Rp. 50.000/rombongan. Saya pun sedikit merasa malu dengan tiga orang asing di rombongan saya, karena biaya yang tidak jelas ini. Lalu kita juga harus membayar fee untuk ranger yang akan menemani saya dan rombongan selama treking di Pulau Rinca. Jadi ranger ini semacam guide sekaligus pawang. Biaya yang harus dibayarkan adalah Rp 50.000/rombongan. Jadi total saya sebagai wisatawan lokal harus membayar Rp. 42.500, cukup mahal memang. Itu saja masih untung karena saya tidak dikenakan biaya kamera yang saya sembunyikan di dalam tas. Jadi saya berbohong dengan petugas di Pos pembayaran dengan mengatakan bahwa saya dan rombongan tidak membawa kamera. Bayangkan jika satu kamera saja diberi ongkos masuk sebesar Rp. 50.000. Padahal ongkos bea masuk pun sudah tidak jelas dengan standar ganda semacam itu. Setelah selesai urusan administrasi, dan sedikit briefing oleh ranger, kami serombongan kemudian memilih treking jalur panjang.

ranger yang saat itu menemani saya dan rombongan
Di awal treking, kami berhenti di dapur. Karena di sini terdapat banyak komodo yang sedang berkumpul. Mereka berkumpul karena mencium bau masakan ataupun daging dari dapur tersebut. Titik ini juga sering menjadi tes bagi para pengunjung. Jika ada seseorang yang berdarah atau haids (bagi yang wanita) makan di sini adalah tempat uji apakah dia pantas melanjutkan treking atau harus berhenti di sini. Jika komodo-komodo tersebut menjadi agresif karena kedatangannya, maka pengunjung tersebut diharuskan kembali ke kapal dan tidak diperkenankan mengikuti treking. Karena seringkali beberapa pengunjung tidak percaya dan tidak mengaku kepada ranger kalau dirinya sedang berdarah atau haids. Di sini juga menjadi spot untuk foto-foto tentunya.




Setelah puas berfoto-foto kami kemudian melanjutkan perjalanan. Treking panjang ini akan memakan waktu sekitar 2 jam. Jadi persiapkan diri Anda sebelum melakukan treking. Selain komodo, kita juga akan menemui monyet, beberapa jenis burung, dan banteng yang hidup di alam bebas. Saya cukup beruntung karena di tengah perjalanan tersebut saya dan rombongan berhasil menemukan seekor komodo yang sedang menggali lubang mencari telur komodo lain untuk dimakan. Kenapa cukup beruntung? Bisa menemukan satu komodo di treking ini saja sudah beruntung, apalagi ketika mereka sedang beraktivitas normal. Perlu diingat, ini treking alam bebas bukan kebun binantang, jadi jangan kecewa kalau Anda sedang tidak beruntung dan tidak menemukan komodo saat treking. Kalau mau ketemu komodo ya bawa apa gitu yang berdarah-darah. Dijamin tidak perlu mencari, mereka yang akan menghampiri =D

komodo yang menggali lubang mencari telur untuk dimangsa
Ranger yang mendampingi saya di Pulau Rinca cukup informatif dan ramah. Dia banyak memberi informasi terkait kehidupan komodo. Jangan ragu untuk bertanya, karena itu yang menyenangkan dari wisata ini yaitu mengenal kehidupan komodo langsung dari habitatnya. Dari ranger ini juga diketahui bahwa ukuran komodo di Pulau Rinca lebih kecil daripada di Pulau Komodo. Komodo jantan di Pulau Rinca kira-kira ukurannya sama dengan ukuran betina di Pulau Komodo. Wohoo! Membuat saya semakin tidak sabar untuk mendatangi si naga purba tersebut. Perjalanan di Pulau Rinca pun berakhir, sesampainya di kapal saya sudah disuguhi dengan makan siang  oleh para crew kapal. Makan siang di atas air, kapan lagi?



Pink Beach
2 jam perjalanan dari Pulau Rinca saya kemudian sampai di Pink Beach. Sebuah pantai indah, nan terpencil di perairan Flores. Pantai ini juga sering disebut dengan sebutan Pantai Merah oleh penduduk sekitar. Warna merah atau pink ini diambil dari pasir pantainya yang memang berwarna pink. Iya, saya tidak bohong. Sangat cantik memang! Warna merah ini berasal dari serpihan batu merah yang tersebar di sepanjang pantai. Batu berwarna merah ini sangat langka dan hanya dijumpai di beberapa pantai di dunia. Selain pemandangan pantai dan pasirnya, Pink Beach juga terkenal dengan taman bawah lautnya yang sangat indah. Sehingga tempat ini menjadi spot yang sangat baik untuk melakukan snorkeling. Dengan air yang jernih dan batu coral nya yang berwarna-warni menjadi habitat hidup ratusan ikan kecil yang sangat membuat kita seolah berenang di aquarium pribadi.
dari atas kapal sudah terlihat jelas terumbu di dasar air

penduduk asli pulau komodo yang menjajakan souvenir
Cara untuk mencapai pantai ini tentu saja dengan berenang ke tepian. Dikarenakan kapal tidak bisa merapat terlalu dekat dengan pantai, karena tentu saja akan merusak terumbu karang di bawahnya. Melihat pemandangan pantai berwarna pink dan air yang sangat jernih sehingga tampak terumbu karang di bawah sana, membuat saya dan rombongan sangat berantusias. Saya pun langsung bergegas berganti celana renang, pasang case waterproof untuk kamera poket, dan langsung terjun. Setelah puas snorkeling sekitar pukul 17.00 kami pun bergegas kembali ke kapal. Selain dikarenakan hari sudah mulai gelap, arus di pantai sudah mulai kencang.


keindahan bawah laut Pink Beach

pasir berwarna merah muda di Pink Beach!

Pulau Kalong
1 jam kami menuju sebuah pulau yang dinamakan Pulau Kalong. Pulau ini bernama demikian dikarenakan banyak burung kalong yang hidup di pulau tersebut. Dan ketika malam, ratusan dari mereka akan keluar dari sarangnya. Perairan di sini cukup tenang karena dikelilingi beberapa pulau kecil lainnya. Sehingga menjadikan tempat ini sebagai tempat yang cocok untuk bermalam. Beberapa kapal juga berkumpul di tempat ini. Mereka saling mengikatkan kapal satu sama lain, agar semakin kokoh menahan arus. Di pulau ini ini juga merupakan tempat favorit untuk mengambil foto sunset, namun saat saya mencapai sana hari sudah terlanjur gelap.

senja di perairan Pulau Kalong
Kami pun menghabiskan waktu menjelang malam dengan saling bercerita. Sebuah pengalaman yang menyenangkan tentunya berbagi pengalaman dengan orang baru. Saling bertukar cerita tentang kultur di negara masing-masing. Bagaimana orang Polandia tiap hari menghabiskan berbotol2 susu, atau orang Belanda yang gila dengan keju. Sementara saya orang Indonesia banyak menggunakan susu alternatif, seperti susu kambing atau susu kedelai =D

Seketika makan malam sudah dihidangkan. Setelah makan malam kami pun kembali bercerita, sambil minum bir. Dan sesekali Tony si orang Australia bernyanyi untuk kami. Mulai dari Elvis Presley sampai Whitney Houston. Pukul 23.00 kemudian kami memutuskan untuk tidur. Cukup nyaman dikarenakan crew kapal menyediakan matras, kasur, bantal, dan bahkan selimut. Hari yang menyenangkan diakhiri dengan tidur di atas laut!

3 komentar:

  1. Wah harus berenang ke tepian agar bisa mencapai pantai Pink....lalu bagaimana dengan saya yang tidak bisa berenang? apakah ada cara lain?

    BalasHapus
    Balasan
    1. bagi yang tidak bisa berenang:
      1. coba minta life jacket ke anak buah kapal, karena seharusnya disediakan oleh tiap livingboat..atau
      2. semisal Anda beruntung bertemu penjaja merchandise, penduduk asli Komodo seperti foto di atas, Anda bisa menumpang perahu nya untuk menuju tepian. tapi tentu dengan membayarnya

      tapi saran pertama lebih saya anjurkan, karena Anda bisa snorkeling sekalian menuju tepian pantai tersebut. dan pemandangannya ciamik! :D

      Hapus
    2. btw terimakasi sudah mampir ke blog saya :)

      Hapus