![]() |
pagi di perairan Pulau Kalong |
Pulau Komodo
Berbeda dengan di Pulau Rinca,
saya hanya perlu berjalan sangat dekat untuk mencapai pos ranger. Di sana, saya
hanya perlu menunjukkan bukti bea masuk yang sudah dibayar di Pulau Rinca.
Sisanya hanya perlu membayar Rp 50.000/rombongan untuk biaya ranger. Selesai
urusan administrasi, saya dan rombongan langsung bertemu ranger yang kemudian
memberikan briefing singkat. Dan kami pun sepakat memilih jalur long trek yang
memakan waktu sekitar 2 jam dengan berjalan kaki.
![]() |
Selamat datang di Pulau Komodo |
Berjalan sekitar setengah jam,
kami kemudian sampai di sebuah sumber air yang menjadi tempat favorit
berkumpulnya komodo. Dan benar, kami menemukan seekor komodo jantan yang sangat
besar. kira-kira dua kali ukuran komodo di Pulau Rinca.
![]() |
seekor komodo jantan yang cuek dengan kehadiran kami |
Ketika saya dan
rombongan sedang asik mengabadikan momen tersebut, tiba-tiba dari arah belakang
kami muncul seekor komodo betina. Untung sang ranger cukup tanggap dan
memperingatkan kami. Jadi sekarang ada dua ekor komodo, tepat di depan dan di
belakang kami, haha. Kami hanya diminta untuk tetap tenang, termasuk tidak
melakukan tindakan panik dan mendadak. Sehingga perlahan kami bergeser,
mempersilakan komodo betina tersebut untuk lewat. Sesaat kemudian komodo betina
tersebut pun hanya jalan begitu saja, sedikit berjemur di bawah sinar matahari,
dan kemudian langsung berlalu.
![]() |
komodo betina yang tiba-tiba menghampiri saya dan rombongan |
Perjalanan pun kemudian kami
lanjutkan. Pemberhentian selanjutnya adalah sebuah tempat yang dulu dinamakan komodo feeding house. Ya, sesuai namanya
tempat ini dulunya merupakan tempat memberi makan komodo, ranger memberi makan
berupa rusa atau babi hutan. Dan momen ini juga merupakan daya tarik wisata
tersendiri. Sehingga kata ranger yang mendampingi kami, dahulu ketika sedang
memberi makan ratusan komodo berkumpul di sekitar tempat ini. Namun sekitar
tahun 90’an pihak Taman Nasional Komodo memutuskan untuk berhenti memberi makan
komodo. Alasannya, adalah agar habitat komodo tetap menjadi liar dan alami,
tanpa campur tangan manusia. Selain itu, memberi makan komodo sama saja membuat
mereka menjadi lebih agresif. Saat ini tempat ini hanya menjadi tempat
peristirahatan, sekaligus menjadi situs memorial bagi manusia untuk tetap
membiarkan alam ini bekerja dengan sendirinya.
Pemberhentian selanjutnya adalah top hill, dari namanya kita bisa tahu
bahwa tempat ini adalah puncak tertinggi dalam trekking ini. Dari sini saya
bisa memandangi hamparan hutan dan savana di Pulau Komodo yang bersebelahan
dengan lautan luas. Selama perjalanan sehabis dari sumber mata air (di mana
saya bertemu komodo) kami tidak menemukan satu pun komodo. Hanya beberapa jejak
kaki mereka yang nampak di tanah.
![]() |
pemandangan dari top hill |
Dari top hill kami kemudian turun terus ke bawah, sampai akhirnya sampai
di pinggiran pantai. Tempat beberapa rumah warga dan tempat penjualan merchandise. Karena penasaran saya pun
bertanya kepada ranger, “Kenapa orang-orang asli sini tetap tinggal di sini
padahal mereka hidup berdampingan dengan komodo? Bahkan tidak jarang jatuh
korban.” Ranger tersebut kemudian bercerita tentang legenda yang dipercaya
masyarakat di Pulau Komodo. Legenda tersebut menceritakan bahwa konon nenek
moyang mereka adalah saudara dari hewan tersebut.
Suatu waktu hiduplah seorang
Putri di Pulau Komodo, dia menikah dengan Majo. Dari pernikahan tersebut mereka
menghasilkan dua bayi kembar. Seorang bayi manusia bernama Gerong, dan seekor
bayi naga bernama Orah. Si Orah kemudian dibesarkan oleh Sang Putri di dalam
hutan, sehingga Gerong tidak mengetahui bahwa dia mempunyai saudara kembar.
Suatu hari saat Gerong sedang berburu rusa, tiba-tiba datang naga yang mencium
adanya bau darah dari daging rusa tersebut. Gerong yang panik pun
berancang-ancang menembak Si Orah. Namun dari kejauhan Sang Putri datang dan
berteriak “Jangan Gerong! Jangan bunuh naga itu. Dia adikmu!”.
Nampaknya legenda ini yang
membuat masyarakat di Pulau Komodo mampu hidup berdampingan dengan hewan purba
tersebut. Mereka menghormati dan menganggap komodo sebagai saudara mereka
sendiri. Masyarakat di pulau tersebut kemudian membangun rumah panggung agar
komodo tidak bisa masuk ke rumahnya. Namun mereka tidak memburu atau membunuh
komodo yang bisa saja membahayakan hidup mereka. Komodo bebas berkeliaran di
pulau tersebut, bersembunyi di bawah rumah mereka, atau di halaman rumah mereka
bersama dengan anak-anak mereka. Terlepas benar atau tidaknya cerita itu, saya
hanya meyakini bahwa alam akan membalas mereka yang menghormatinya.
![]() |
seorang warga yang dengan santai telfon sementara di bawahnya komodo sedang berjalan |
Selesai dari situ treking pun
berakhir. Saya kemudian berjalan kembali menuju kapal, sambil mengucapkan
terimakasih banyak kepada ranger yang telah menemani trekingt tadi. Ya,
akhirnya saya sudah menginjakkan kaki di Pulau Komodo, yang sering disebut
sebagai: Jurassic Park, tempat hidupnya hewan purba dengan kemampuan seperti
dinosaurus ini.
![]() |
dermaga di Pulau Komodo |
Manta Point
Saya dan rombongan pun kemudian
bergegas meninggalkan Loh Liang menuju destinasi selanjutnya yaitu Manta Point.
Daniella, wanita asal Belanda, yang juga ikut dalam rombongan tampak paling
antusias kali ini. Dia ingin sekali melihat manta, yang memang entah mengapa
bagi wisatawan asing adalah primadona. Manta adalah hewan laut yang mungkin
lebih kita kenal dengan nama ikan pari. Manta memang dikenal cukup ramah dengan
manusia, sehingga seringkali kita lihat foto para penyelam yang bermain dengan
manta. Namun kisah kematian Steve Irwin yang disengat ekor manta juga cukup
menjadi peringatan bagi kita, bahwa hewan liar tidak selamanya mampu kita
prediksi perilakunya.
Begitu sampai di spot yang biasa
ditemukan manta, maka kapal saya pun hanya berputar-putar di perairan tersebut.
Cukup luas memang tempat tersebut, sehingga kalau kita harus berenang
mencarinya akan memakan waktu yang lama.
![]() |
seorang ABK yang berdiri di ujung kapal untuk mencari manta di laut |
Dan lagi-lagi saya beruntung, ada beberapa
manta yang nampak di dasar laut. Memang seringkali, manta tersebut akan naik ke
permukaan, tapi mendapati manta di spot tersebut saja sudah sebuah
keberuntungan besar. Saya dan rombongan yang sudah bersiap-siap pun kemudian
langsung terjun ke laut. Jika Anda bukan perenang yang hebat jangan malu untuk
meminta life jacket kepada crew
kapal. Karena perairan di sini cukup dalam, sekitar 7-10 meter. Seekor manta
berukuran sedang, tampak ada di bawah saya. Kemudian bersahutan Peter dan
Daniela yang menemukan manta di tempat lain. Saya pun kemudian menghampiri ke
sana, sampai kemudian tanpa saya sadari ada 3 manta tepat di bawah saya. Salah
satunya berukuran cukup besar, dengan lebar mungkin lebih dari 2 meter. Ingin
rasanya berenang ke dasar dan melihat hewan tersebut dari dekat. Sayang kami
tidak membawa peralatan diving. Tapi hanya dengan snorkle pun sudah cukup
menyenangkan melihat primadona laut tersebut.
![]() |
dua ekor manta di bawah saya |
Kanawa Island
Selesai dari mana point, saya dan
rombongan pun sudah sangat puas. Kami mendapatkan 2 hari yang menyenangkan.
Cuaca buruk yang sebelumnya melanda Labuan Bajo, tiba-tiba menjadi sangat
bersahabat. Bahkan selama 2 hari di perairan Flores kami tidak mengalami kehujanan.
Tujuan selanjutnya adalah Pulau Kanawa. Sebenarnya saya diberi pilihan antara
berhenti di Pulau Kanawa atau Pulau Bidadari. Harus dipilih salah satunya,
karena pukul 18.00 WITA kapal harus sudah berlabuh di Labuan Bajo. Saya pun
memilih untuk snorkeling di Pulau Kanawa. Saya tertarik dengan Kanawa Island
Resort di sana, yang katanya dikelola oleh dua orang Italia. Konon katanya, dua
orang Italia tersebut cukup over protected
dengan pulau yang dikelolanya.
Benar saja, begitu akan merapat
di dermaga Pulau Kanawa terdapat papan peringatan “Dilarang Membuang Jangkar”.
Jadi kapal yang merapat di sana cukup mengikatkan tali ke dermaga, tanpa perlu
membuang jangkar yang dianggap bisa mengganggu ekosistem karang di sana.
Dermaga Pulau Kanawa cukup
eksotis, bentuknya tidak lurus dan rapi karena disusun dari kayu-kayu kecil.
Tapi di ujung dermaganya terdapat semacam gasebo yang dilengkapi kantung tidur.
Ah tampak menarik untuk disinggahi. Dan di sekeliling dermaga tersebut terdapat
perairan dangkal yang terdapat beberapa batuan terumbu karang. Segerombolan
ikan juga bersembunyi di dermaga tersebut. Saya pun tertarik untuk stay satu malam disana.
![]() |
dermaga di Kanawa Island |
![]() |
welcome to Kanawa Island! |
Harga menyewa bungalow di sana adalah
Rp. 330.000/malam untuk dua orang. Atau ada pilihan alternatif yang sebenarnya
lebih menarik yaitu mendirikan tenda di pinggir pantai. Ada pilihan mendirikan
tenda sendiri, atau menyewa tenda dari resort tersebut. Harga bervariasi mulau
dari Rp 75.000/orang. Namun dikarenakan saat saya ke sana cuaca sedang kurang
baik, maka kami tidak disarankan untuk mendirikan tenda. Akhirnya saya dan
pacar saya memutuskan untuk menyewa bungalow yang cukup sederhana tersebut.
![]() |
bungalow di Kanawa Island |
Setelah memesan bungalow, saya
kemudian kembali ke kapal untuk mengambil barang-barang saya dan berpamitan
dengan Peter, Tony, dan Daniela, 3 orang asing yang menjadi teman seperjalanan
selama 2 hari. Begitu juga saya pamit dengan Mas Kiran, kapten kapal saya,
seorang pemuda tangguh dari Labuan Bajo. Saya katakan kepada mereka bahwa 2
hari tersebut sangatlah menyenangkan, dan saya tidak sungkan untuk
mengulanginya lagi J
Kembali, ke Kanawa Resort Island,
dikarenakan ini adalah sebuah pulau kecil yang terpisah dari Labuan Bajo, jadi
ada beberapa kebijakan terkait listrik dan air tawar di sini. Air tawar kita
hanya dijatah satu bak tiap harinya, begitu juga listrik akan masuk ke bungalow
tiap jam 18.00-23.00 WITA. Tetapi pihak resort juga memberi kesempatan listrik
dan air tawar 24 jam di restoran tersebut. Sehingga para tamu yang membutuhkan
bisa segera kesana. Selain itu beberapa aturan ketat juga diberlakukan, seperti
dilarang menyalakan api unggun tanpa seijin pihak resort. Dan juga kebijakan
konservasi terumbu karang yang melarang kita untuk menyentuh apapun selama
aktifitas di bawah laut. Selain terdapat beberapa starfish yang berkeliaran,
beberapa hewan yang beracun, tentu saja menyentuh terumbu karang bisa melukai
mereka. Jadi singkat kata, jangan sentuh apapun selama di bawah laut.
![]() |
Pantai yang indah di Kanawa Island |
Apa yang bisa kita lakukan di
sana? Selain snorkeling di sekitar dermaga, kita bisa bermain kano, diving,
bermain voli di pinggir pantai, treking ke atas bukit untuk menikmati
pemandangan dari atas atau sekedar bersantai di pinggir pantai/dermaga. Cukup
menyenangkan bukan? Nampaknya satu hari terlalu singkat untuk melakukan semua
itu.
Saya kemudian menghabiskan sore
saya dengan berjalan-jalan di pinggir pantai, snorkeling, dan menunggu sunset
di dermaga sambil ngobrol dengan salah satu pekerja di pulau itu. Saya banyak
mendapat cerita tentang dua orang Italia pemilik pulau tersebut. Dari orang
tersebut saya kemudian tahu bahwa ternyata pulau tersebut disewa (bukan dibeli)
untuk jangka waktu 38 tahun oleh dua orang Italia tersebut. Masalah harga,
mereka tidak berani mengkonfirmasi, tapi gosip-gosipnya (haha) disewa seharga
Rp. 3,8 M untuk 38 tahun. Mendengar pernyataan tersebut, yang terbersit di
pikiran saya adalah Feni Rose. Iya, Feni Rose yang sedang menawarkan apartemen
dari Agung Podomoro Group (sampai hafal) dengan harga sekian miliar.
Untuk masalah makan, mau tidak
mau kita harus ke Starfish Bar and Resto yang ada disana. Dan harganya pun
jelas cukup mahal bagi saya wisatawan lokal. Tapi mau bagaimana lagi, karena itu
satu-satunya sumber makanan di pulau tersebut. Saya dan pacar saya pun memesan
pizza. Karena pulau ini dikelola orang Italia, jadi wajar pizza yang disajikan
pun cukup enak. Harganya pun tidak terlalu mahal. Ya daripada beli gado-gado
seharga Rp 35.000, saya lebih memilih pizza seharga Rp. 45.000 yang bisa
kenyang dimakan berdua.
![]() |
makan malam ala Kanawa Island |
Keesokan paginya saya harus
bergegas karena fasilitas transportasi gratis yang diberikan pihak resort untuk
kembali ke Labuan Bajo adalah pukul 9.00 WITA. 2 hari dan 2 malam tepat saya
habiskan di perairan Flores, Manggarai Barat ini. Menemui naga purba langsung
dari habitatnya, snorkeling di Pantai Merah, dan melihat manta si primadona
laut. Pengalaman yang menyenangkan. Sembari meninggalkan pulau ini, saya hanya
bisa berkata dalam hati: Saya harus kembali ke tempat ini suatu saat nanti!
Harus!
*ditulis dengan senyum-senyum
sendiri di depan laptop, secangkir coklat panas, dan Nick Drake*