Senin, 17 September 2012

Happy 22!


Selamat ulangtahun Diah Anggraini S.Sos (@padaaang)
I wish all the best for you :)
My greetings from Mahameru, top of Java, 3.676 mdpl

Minggu, 19 Agustus 2012

Buon Compleanno Marco Matrix Materazzi

Lahir 19 Agustus 1973 hari ini adalah ulangtaun ke-39 Marco Matrix Materazzi. Pemain sepakbola favorit saya, di Inter Milan ataupun timnas Italia.

Seorang pemain bertahan yang dikenal sebagai bad-guy in football, killer machine, dirty player dan berbagai macam imej buruk lainnya (untuk lebih jelasnya coba tanya Shevchenko)



But he also well known as a truly champion. Its all began in 2006, when he won the World Cup.

Materazzi membuat pelanggaran terhadap Florent Malouda, yang berbuah penalti bagi Pracis. Zinedine Zidane kemudian mengkonversi penalti tersebut secara sempurna. Tak lama kemudian melalui tendangan penjuru Andrea Pirlo, Materazzi berhasil mencetak gol penyeimbang. Dan salah satu insiden yang akan selalu dikenang, insiden tandukan Zidane kepada Materazzi, membuat Zizou harus dikartu merah. Pertandingan terakhir dalam karirnya harus ditutup dengan kartu merah.
I'm so sorry, but I'm happy with that situtation. Zidane bermain sangat bagus malam itu, dan Materazzi berhasil membuatnya dikeluarkan. Perbuatan ini yang kemudian menjadi Materazzi semakin dicap sebagai bad boy. Meskipun demikian akhirnya Materazzi menjadi yang tersenyum kemudian. Dirinya berhasil mengeksekusi penalti dalam drama adu penalti yang dimenangkan Italia 5-3. 




Setelah Piala Dunia 2006, piala juara pun semakin akrab dengan Materazzi. Menjadi 2007 Serie A Defender of the Year atau Pemain Belakang Terbaik Serie A tahun 2007, Materazzi memenangkan scudetto pertamanya di lapangan bersama Inter Milan. Dan yang lebih penting 2 gol dicetaknya di pertandingan penentuan menghadapi Siena.

Materazzi kemudian menjadi pemain kunci bagi Inter Milan dalam beberapa tahun selanjutnya. Dan menjadi salah satu pemain yang menyanyikan lagu klub kebanggan Inter, "Pazza Inter Amala".


Dan puncaknya ada di musim 2010. Materazzi menjadi bagian dari skuad inter yang berhasil menjadi klub pertama Italia (dan setidaknya satu-satunya sampai sekarang) yang meraih Treble Winners.

Always at the heart of the team, Materazzi  was loudest in the celebrations. Mmmm...even when he not playing.

using the  mask of Berlusconi, after winning derby della madonnina 2010

"Rivolette Anche Questa? (Want to get this one too?) " after winning UCL in 2010 Matrix wears this shirt. It refers to Juventus that want the scudetto 2006 back to them.
Only making a handful of late appearances, Materazzi was still a key member of Mourinho’s squad, the tears and the hugging of the two men after the Champions League Final showed the respect and love they had for each other.



Setelah kepergian Mourinho, Materazzi bertahan selama satu musim  di Inter. Perannya sebagai pemain senior, membuatnya dihormati oleh pemain-pemain lain. Bahkan selama musim 2010-2011, ketika Inter dilatih Benitez-Leonardo bisa dilihat bahwa beberapa pemain Inter yang berhasil mencetak gol selalu menghampiri Materazzi di bangku cadangan untuk memeluk dirinya. Seolah mereka tidak perduli dengan kehadiran Benitez sebagai pelatih mereka.

Akhir musim itu juga Materazzi memutuskan  untuk memutus kontraknya dengan Inter Milan karena dianggap tidak masuk dalam skema Leonardo. Meskipun beberapa hari kemudian Leonardo juga meninggalkan Inter Milan.

He was both loved and loathed in equal amounts, but there was no doubt that his heart beated black & blue, a true Interista.

5 Scudetto. 4 Copa de Italia. 1 UEFA Champions League. 1 FIFA  Club World Cup.
And 1 FIFA World Cup trophy, inked on his leg

Selasa, 17 Juli 2012

Ranu Kumbolo, Surga di Gunung Semeru

Ranu Kumbolo, ranu dalam bahasa lokal diartikan sebagai danau. Jadi kita hanya perlu menyebut Ranu Kumbolo saja, atau Danau Kumbolo. Selain Puncak Mahameru tentunya, danau ini menjadi daya tarik tersendiri dalam pendakian Gunung Semeru. Bayangkan di sebuah gunung berapi yang masih aktif, terdapat sebuah danau di tengah gunung tersebut. Danau yang kemudian menjadi camp ground bagi para pendaki yang ingin beristirahat sebelum melanjutkan perjalanannya.

Danau yang terletak di ketinggian 2400 mdpl dengan luas 14 Ha ini juga seakan surga bagi para pendaki. Selain karena keindahannya, danau ini juga menjadi sumber air bersih bagi para pendaki yang kehabisan stok air. Sehingga Ranu Kumbolo menjadi semacam pemberhentian wajib bagi para pendaki Gunung Semeru. Jika tidak mendirikan tenda di sini, paling tidak para pendaki mampir untuk mengisi persedian air.

Saat mendaki Semeru minggu lalu, saya dan rombongan 2 kali bermalam di Ranu Kumbolo. Malam pertama kami melewatkan sunrise karena kabut tebal menyelimuti Ranu Kumbolo dari tengah malam hingga esok hari. Begitu pula dengan malam selanjutnya. Nampaknya kami memang tidak berjodoh dengan sunrise di Ranu Kumbolo. Tapi bisa menikmati keindahannya, bermalam di pinggir danaunya, dan juga berenang di air dingin bersuhu di bawah 10 derajat celcius tetap jadi pengalaman yang menyenangkan dan unforgetable.

Selain menjadi surga bagi para pendaki, danau ini juga menjadi tempat untuk mengenang beberapa kawan pendaki yang sudah tiada. Beberapa tugu kecil sebagai bentuk memoriam bagi mereka yang meninggal di Gunung Semeru diletakkan di Ranu Kumbolo, salah satu di antaranya adalah memoriam Andika Listyonoputro atau yang biasa dipanggil Sinyo. Meskipun saya tidak mengenalnya, tapi bagaimanapun dia adalah adik kelas saya di Fisipol UGM. Doa saya bagi mereka yang meninggal di Gunung Semeru, raga mereka sudah tiada, namun jejak langkah mereka akan selalu dikenang.









Senin, 16 Juli 2012

Menapak Puncak Para Dewa


Jujur, saya bingung memberi judul tulisan ini. Saya bukan tipe orang yang pandai membuat judul. Awalnya saya ingin memberi judul simpel saja: "Mendaki Semeru". Tapi apa daya, judul ini baru saja digunakan Ical alias Aburizal Bakrie, dalam pidato deklarasi pencalonan dirinya menjadi capres 2014.


Oke, memang benar penggunaan filosofi Semeru di sini. Sebelum Islam masuk ke Pulau Jawa, masyarakat Jawa kuno memuja gunung ini. Gunung ini dianggap sebagai perlambang kegagahan dan keteguhan hati. Iya benar, dagu beliau gagah menjuntai bagai Tanjakan Cinta. Beliau juga berteguh hati bahwa Lumpur Lapindo adalah di luar tanggungjawabnya #okesip. Sungguh, beliau yang bersangkutan membuyarkan ide judul saya tersebut. Tanpa bermaksud mengolok-olok saya akan mencoba melanjutkan tulisan saya ini, dan membiarkan ide tentang si mangga berhenti sampai sini.

Sekitar seminggu yang lalu Minggu 8 Juli 2012, saya dan 6 rekan saya berhasil menapakkan kaki di puncak tertinggi di Pulau Jawa. Tepatnya di ketinggian 3676 mdpl (meter di atas permukaan laut), Puncak Mahameru, Gunung Semeru, Jawa Timur. Sudah menjadi impian saya semasa SMA untuk mendaki gunung ini. Gunung dengan berbagai mitos, yang juga sudah menelan banyak korban. Tidak, saya belum membaca "Catatan Seorang Demonstran"-nya Soe Hok Gie, saya juga belum menonton film-nya. Tapi entah mengapa, ketika mendengar nama Gunung Semeru, dalam angan saya selalu berkata: "Suatu saat saya akan dan harus kesana”.

Saya masih ingat betul bagaimana kaki ini sudah sangat berat untuk dilangkahkan. Saya hanya terpaku di jalur pasir dan berbatu. Sudah 4 jam saya terjebak di jalur ini. Namun ujung dari trek ini belum juga saya temui, bahkan belum tampak sama sekali. Saya melewatkan sunrise di puncak, karena saya memang tidak terlalu tertarik dengan menikmati sunrise di puncak gunung. Kali ini saya menikmati sunrise di sebuah pijakan berpasir dengan sudut kemiringan lebih dari 45 derajat. 




Saya memang tidak suka dengan trek pasir dan berbatu kecil ini. Sama halnya dengan Valentino Rossi yang kurang suka dengan sirkuit Laguna Seca, selalu ada keluhan setiap menghadapi trek semacam ini. Apalagi jalur berpasir kali ini panjangnya 3 atau bahkan 4 kali lipat dari jalur di Gunung Merapi. Butuh konsentrasi lebih ketika menempuh trek semacam ini. Kita harus sabar, dikarenakan kaki kita pasti akan terbenam ketika menapakkan kaki di pasir. Sehingga butuh tenaga ekstra. Belum lagi debu yang ditinggalkan oleh para pendaki di depan kita, benar-benar mengganggu pemandangan dan tentu saja pernafasan. Oleh sebab itu penggunaan masker dan google atau kacamata sangat bermanfaat di jalur ini. Seringkali kiriman batu yang menggelinding dari atas juga harus kita hindari jika tidak ingin tertimpa. Sungguh trek yang melelahkan, secara fisik dan terlebih lagi secara mental.

It's not the mountain we conquer-but ourselves”. Kata-kata dari Sir Edmund ini benar-benar memotivasi diri saya. Memang musuh terbesar manusia adalah dirinya sendiri. Ketika kita bisa mengalahkan diri kita sendiri, maka kita bisa melakukan hal-hal yang kita anggap di luar kemampuan kita. Sekitar pukul 7.30 atau sekitar total 6 jam mendaki dari Arcopodo, dengan nafas tersendat-sendat saya kemudian menatap wajah rekan-rekan saya yang sudah menunggu di atas. Wajah-wajah itu menyemangati saya untuk bergegas sambil mengisyaratkan bahwa Puncak Mahameru sudah dekat. 

Matahari sudah tinggi, namun angin kencang dan dingin masih menyelimuti Puncak Mahameru. Dengan langkah tergopoh dan masih seakan tidak percaya akhirnya kami bertujuh berhasil mencapai puncak tertinggi di Pulau Jawa. Kami kemudian disuguhkan pemandangan luar biasa, negeri di atas awan yang dikelilingi gunung-gunung di Jawa Timur, ada Bromo, ada Arjuno Welirang, dan beberapa gunung lainnya. Kondisi cuaca yang cerah membuat kami tidak berhenti-henti bersyukur atas keagungan alam ini. Kekaguman kami makin memuncak saat kemudian Kawah Jonggring Saloko menyemburkan kepulan asap tinggi. Lengkap sudah apa yang kami cari dalam pendakian selama 3 hari tersebut.

Sebuah pencapaian yang akan saya kenang seumur hidup. Sebuah kisah yang akan saya ceritakan kepada anak cucu saya kelak, bahwa pria ini pernah menapaki puncak tertinggi di Pulau Jawa. Puncak yang dipercaya menjadi kediaman para dewa oleh masyarakat Hindu jaman Majapahit tersebut. Dan saya yakin Ical belum pernah sekalipun (bahkan berpikir untuk) kesana.










Minggu, 15 Juli 2012

Joni dan Susi Akhirnya Masup TV!

Jadi begini rasanya melihat idola kalian benar-benar tampil di layar kaca. Apalagi setelah lebih dari setahun mereka raib. Adalah Melancholic Bitch, idola saya baik secara grup maupun secara personal, terutama sosok @darmomenyat a.k.a Pierna Haris (kak iiiiirrr). Mereka adalah band hantu, kadang ada dan tiada. Atau kalau menggunakan istilah saya sendiri, mereka adalah band kapal selam kadang mencuat, tapi seringkali asik membenamkan diri mereka sendiri. Dan bayangkan sampai akhirnya band ini muncul di televisi, tepatnya di acara Radio (Road) Show TV One pada hari Sabtu 14 Juli 2012 kemarin.

Meskipun venue-nya berada di Jogja, tepatnya di Kampus UNY, tapi saya sengaja tidak melihat secara langsung. Saya sedang berada di Jogja, dan tidak sedang sibuk alias selo. Tapi saya ingin merasakan sensasi melihat @simelbi ini tampil di televisi nasional. Tampil membawakan 6 lagu, dan bersanding dengan band yang juga merupakan legenda Jogja, yaitu Death Vomit. Orang-orang harus tahu bahwa Indonesia memiliki band-band semacam ini.

Saya lupa dan tidak mencatat urutan lagu yang dibawakan oleh Melbi malam itu, tapi yang jelas lagu "Akhirnya Masup TV" dimainkan, dan hasilnya luar biasa! Membuat saya terpuaskan secara batiniah. Melihat Ugo bernyanyi dan mendekatkan mukanya ke depan kamera, seperti membayangkan Joni yang berbicara dengan Susi lewat televisi: "Susi, aku masup tv, 15 detik, kerajaanku. Lebih baik, jauh lebih baik daripada seumur hidup tampa lampu. Lihatlah, lihat sgalanya nyata di tv. Lihat betapa nyata cinta kita kini. Lihatlah, susi, aku ada di tv." #EPICmoment

Namun demikian secara pendengaran saya akui kurang puas, audio broadcast malam itu jujur amat sangat payah. Tidak balance, dan terkesan mlempem. Jauh dengan audio broadcast ketika Radio Show di Pasar Festival Jakarta. Sangat disayangkan memang, apalagi ketika dua band yang tampil adalah band legenda Jogjakarta. Tapi secara mata dan secara batiniah sangat puas. Akhirnya Masup TV!


Senin, 07 Mei 2012

Derby Della Madonnina

Selalu menampilkan pertandingan yang seru. Tapi kemenangan kali ini, sungguh berarti. Hasil buruk semusim, ditutup dengan kemenangan dua kali atas rival sekota. Perpisahan yang manis Ivan Cordoba di Giuseppe Meazza Stadium. Pertandingan yang cukup keras, tensi tinggi. Dan momen kemenangan yang sekaligus memupus harapan mereka untuk scudetto. Sungguh kemenangan yang manis dan akan menjadi pertandingan derby yang dikenang J #FORZAINTER


Selasa, 01 Mei 2012

7 tracks for May Day


Yes, it’s a May Day. 1st of May. Merry Labour Day!!
Saya memang tidak bisa dikatakan sebagai seorang pekerja secara formal. Atau jika melihat definisi buruh dari kamus besar Bahasa Indonesia, yaitu orang yg bekerja untuk orang lain dng mendapat upah, saya juga tidak termasuk di dalamnya. Tapi paling tidak saya mempunyai pekerja. Ya, saya memiliki orang yang bekerja untuk saya. Sebagai seorang pemilik usaha apakah saya harus memperingati hari buruh? Jawabannya: IYA, karena menurut saya karena buruh-lah usaha kita masih bisa berjalan. Sehingga saya merasa perlu memberi apresiasi kepada para pahlawan ini.

Saya tidak turun ke jalan, melakukan aksi hari ini. Tapi paling tidak saya mengenang hari ini. Menjadi refleksi melihat para working class hero ini turun ke jalan memperjuangkan kesejahteraan mereka. Dan musik, adalah salah satu cara saya untuk merayakannya.

Berikut ini 7 playlist yang saya perdengarkan hari ini, dan sangat cocok didengarkan di Hari Para Buruh. Dan ketujuh lagu ini adalah hasil karya musisi Indonesia yang sangat reccomended menurut saya.

1. Teknoshit – Buruh
Salah satu anthem dari duo legenda raw-elektronik dari Jogja. Beat yang tegas dengan suara vokal Sigit membuat lagu ini seakan menjadi ajakan sekaligus alert bagi para penguasa.

Buruh, Buruh, Buruh Pabrik Bersatulah!
Clue: New Order + The Ramstein + Homicide + molotov






2. Marjinal – Marsinah
Salah satu band Punk yang terkenal dengan lirik kritisnya. Termasuk juga salah satu band punk Indonesia yang kaosnya dijual dimana-mana, bahkan di Kebun Binatang Gembira Loka sekalipun. Lagu tentang seorang tokoh buruh yang tidak asing lagi, Marsinah.

Oo Marsinah, Kau termarjinalkan. Oo Marsinah, Matimu. Tak sia sia!
Clue: Bad Religion + Munir + mohawk




3. Tika and The Dissidents – Mayday
Salah satu balada terbaik negeri ini. Tika adalah seorang penyanyi yang memiliki karakter suara dan penciptaan lirik yang kuat. Dari judulnya, sudah jelas lagu ini bercerita tentang apa.

Cause it’s May Day, 1st of May. Gonna march the street today. Yes it’s May Day. 1st of May. Merry merry Labour Day!
Clue: Bjork + Widji Thukul + Amy Winehouse




4. DOM 65 – 8 to 8
Salah satu band punk favorit saya. Dari album terakhir mereka yang berjudul “Commited”. Lagu yang bisa menggambarkan kehidupan working class sebenarnya. Bekerja, lalu pulang untuk bersenang-senang. Tanpa lupa kewajiban esok pagi untuk bekerja, dan kembali bersenang-senang. Dan begitu seterusnya.

8 to 5 for working. 5 to 8 for drinking!
Clue: heyna + gitar + anggur merah



5. Homicide -  From Ashes Rise
Salah satu single Homicide yang menggunakan bahasa Inggris. Grup yang sudah menyatakan dirinya bubar ini adalah salah satu legenda musik dengan lirik kritis bahkan cenderung politis. Saking melegendanya mereka, merchandise resmi mereka bahkan dilelang dengan harga gila-gilaan di kaskus. Lagu ini menceritakan dukungan mereka terhadap gerakan-gerakan revolusi kerakyatan di seluruh dunia, untuk bangkit dan bersatu.

Fighting Black Bloc in Genoa, Rise! My brothers battling I.S.A in Malaysia, Rise! Madd media guerillaz, Rise! Food Not Bombs worldwide yo, Rise! Every fighters all over Indonesia, Rise !!!
Clue: DJ + MC + cocktail bomb + spray



6. Zoo – Manekin Bermesin
Sebuah grup rock/math experimental asal Jogja. Mendengarkan mereka seperti mendengarkan perpaduan kejeniusan sekaligus keliaran. Vokal + bass + drum, tapi bisa menghasilkan sound semacam itu, sungguh luar biasa. Manekin bermesin, entah mengapa saya selalu membayangkan kehidupan buruh dan industri sebagai kinerja robot, atau mungkin ini yang ingin disampaikan Zoo.

Mesin, Mesin, Manekin Bermesin
Clue: Einstein + Mozart + Ciu + Kebun Binatang



7. Dubyouth – Love 2 CU Dance
V: Would you... dance with me? | Evey: Now? On the eve of your revolution? | V : A revolution without dancing is a revolution not worth having!
(V  For Vendetta – 2006)
Itu alasan kenapa lagu ini ada di deretan playlist May Day kali ini 

I love to see you dancing moving to the beat, You moving to the beat, moving to the beat. And you gonna fly, fly. Oh high, you can fly. High, oh high, And you touch the sky
Clue: DJ + shaggydog + marijuana + dance floor


Jumat, 06 April 2012

Keindahan Pulau Komodo: Bukan Sekedar Kadal Raksasa (Day 2)

9 Maret 2012 pukul 6.00 WITA, saya terbangun di perairan Flores. Tepatnya di sekitar Pulau Kalong. Matahari pagi menyambut saya, sementara nampak bulan masih ada langit. Bau air asin yang seharian menemani pun langsung akrab dengan hidung saya. Sungguh atmosfer yang indah. Saya pun sempat mengabadikan suasana pagi itu. Beberapa kapal di depan kapal saya dan rombongan pun sudah bersiap-siap untuk bergegas. Tujuan selanjutnya sudah jelas, alasan saya datang jauh-jauh ke sana, yaitu Pulau Komodo. Hanya berjarak kurang lebih 1 jam dari Pulau Kalong untuk kemudian merapat di Loh Liang, dermaga di Pulau Komodo.


pagi di perairan Pulau Kalong

Pulau Komodo
Berbeda dengan di Pulau Rinca, saya hanya perlu berjalan sangat dekat untuk mencapai pos ranger. Di sana, saya hanya perlu menunjukkan bukti bea masuk yang sudah dibayar di Pulau Rinca. Sisanya hanya perlu membayar Rp 50.000/rombongan untuk biaya ranger. Selesai urusan administrasi, saya dan rombongan langsung bertemu ranger yang kemudian memberikan briefing singkat. Dan kami pun sepakat memilih jalur long trek yang memakan waktu sekitar 2 jam dengan berjalan kaki.

perfect catch :)
Selamat datang di Pulau Komodo
Treking kali ini sedikit lebih berat dari treking di Pulau Rinca. Vegetasi di Pulau Komodo tampak lebih liar dan lebat dari Pulau Rinca. Kita akan melewati pohon-pohon lebat, dan beberapa rumput yang tinggi (tak terbayangkan jika ada komodo atau ular di sana), dan menyeberangi sungai kecil. Di pulau ini kita bisa menemukan rusa, burung kakaktua, dan banteng, paling tidak itu yang saya temui selama perjalanan treking di Pulau Komodo.

Berjalan sekitar setengah jam, kami kemudian sampai di sebuah sumber air yang menjadi tempat favorit berkumpulnya komodo. Dan benar, kami menemukan seekor komodo jantan yang sangat besar. kira-kira dua kali ukuran komodo di Pulau Rinca.

seekor komodo jantan yang cuek dengan kehadiran kami
Ketika saya dan rombongan sedang asik mengabadikan momen tersebut, tiba-tiba dari arah belakang kami muncul seekor komodo betina. Untung sang ranger cukup tanggap dan memperingatkan kami. Jadi sekarang ada dua ekor komodo, tepat di depan dan di belakang kami, haha. Kami hanya diminta untuk tetap tenang, termasuk tidak melakukan tindakan panik dan mendadak. Sehingga perlahan kami bergeser, mempersilakan komodo betina tersebut untuk lewat. Sesaat kemudian komodo betina tersebut pun hanya jalan begitu saja, sedikit berjemur di bawah sinar matahari, dan kemudian langsung berlalu.



komodo betina yang tiba-tiba menghampiri saya dan rombongan

Perjalanan pun kemudian kami lanjutkan. Pemberhentian selanjutnya adalah sebuah tempat yang dulu dinamakan komodo feeding house. Ya, sesuai namanya tempat ini dulunya merupakan tempat memberi makan komodo, ranger memberi makan berupa rusa atau babi hutan. Dan momen ini juga merupakan daya tarik wisata tersendiri. Sehingga kata ranger yang mendampingi kami, dahulu ketika sedang memberi makan ratusan komodo berkumpul di sekitar tempat ini. Namun sekitar tahun 90’an pihak Taman Nasional Komodo memutuskan untuk berhenti memberi makan komodo. Alasannya, adalah agar habitat komodo tetap menjadi liar dan alami, tanpa campur tangan manusia. Selain itu, memberi makan komodo sama saja membuat mereka menjadi lebih agresif. Saat ini tempat ini hanya menjadi tempat peristirahatan, sekaligus menjadi situs memorial bagi manusia untuk tetap membiarkan alam ini bekerja dengan sendirinya.

Pemberhentian selanjutnya adalah top hill, dari namanya kita bisa tahu bahwa tempat ini adalah puncak tertinggi dalam trekking ini. Dari sini saya bisa memandangi hamparan hutan dan savana di Pulau Komodo yang bersebelahan dengan lautan luas. Selama perjalanan sehabis dari sumber mata air (di mana saya bertemu komodo) kami tidak menemukan satu pun komodo. Hanya beberapa jejak kaki mereka yang nampak di tanah.
pemandangan dari top hill
kiri-kanan: Tony, Peter, Daniela, Diah, dan saya


Legenda Naga dan Nenek Moyang Orang Komodo
Dari top hill kami kemudian turun terus ke bawah, sampai akhirnya sampai di pinggiran pantai. Tempat beberapa rumah warga dan tempat penjualan merchandise. Karena penasaran saya pun bertanya kepada ranger, “Kenapa orang-orang asli sini tetap tinggal di sini padahal mereka hidup berdampingan dengan komodo? Bahkan tidak jarang jatuh korban.” Ranger tersebut kemudian bercerita tentang legenda yang dipercaya masyarakat di Pulau Komodo. Legenda tersebut menceritakan bahwa konon nenek moyang mereka adalah saudara dari hewan tersebut.

Suatu waktu hiduplah seorang Putri di Pulau Komodo, dia menikah dengan Majo. Dari pernikahan tersebut mereka menghasilkan dua bayi kembar. Seorang bayi manusia bernama Gerong, dan seekor bayi naga bernama Orah. Si Orah kemudian dibesarkan oleh Sang Putri di dalam hutan, sehingga Gerong tidak mengetahui bahwa dia mempunyai saudara kembar. Suatu hari saat Gerong sedang berburu rusa, tiba-tiba datang naga yang mencium adanya bau darah dari daging rusa tersebut. Gerong yang panik pun berancang-ancang menembak Si Orah. Namun dari kejauhan Sang Putri datang dan berteriak “Jangan Gerong! Jangan bunuh naga itu. Dia adikmu!”.

Nampaknya legenda ini yang membuat masyarakat di Pulau Komodo mampu hidup berdampingan dengan hewan purba tersebut. Mereka menghormati dan menganggap komodo sebagai saudara mereka sendiri. Masyarakat di pulau tersebut kemudian membangun rumah panggung agar komodo tidak bisa masuk ke rumahnya. Namun mereka tidak memburu atau membunuh komodo yang bisa saja membahayakan hidup mereka. Komodo bebas berkeliaran di pulau tersebut, bersembunyi di bawah rumah mereka, atau di halaman rumah mereka bersama dengan anak-anak mereka. Terlepas benar atau tidaknya cerita itu, saya hanya meyakini bahwa alam akan membalas mereka yang menghormatinya.

seorang warga yang dengan santai telfon sementara di bawahnya komodo sedang berjalan
Selesai dari situ treking pun berakhir. Saya kemudian berjalan kembali menuju kapal, sambil mengucapkan terimakasih banyak kepada ranger yang telah menemani trekingt tadi. Ya, akhirnya saya sudah menginjakkan kaki di Pulau Komodo, yang sering disebut sebagai: Jurassic Park, tempat hidupnya hewan purba dengan kemampuan seperti dinosaurus ini.

dermaga di Pulau Komodo

Manta Point
Saya dan rombongan pun kemudian bergegas meninggalkan Loh Liang menuju destinasi selanjutnya yaitu Manta Point. Daniella, wanita asal Belanda, yang juga ikut dalam rombongan tampak paling antusias kali ini. Dia ingin sekali melihat manta, yang memang entah mengapa bagi wisatawan asing adalah primadona. Manta adalah hewan laut yang mungkin lebih kita kenal dengan nama ikan pari. Manta memang dikenal cukup ramah dengan manusia, sehingga seringkali kita lihat foto para penyelam yang bermain dengan manta. Namun kisah kematian Steve Irwin yang disengat ekor manta juga cukup menjadi peringatan bagi kita, bahwa hewan liar tidak selamanya mampu kita prediksi perilakunya.

Begitu sampai di spot yang biasa ditemukan manta, maka kapal saya pun hanya berputar-putar di perairan tersebut. Cukup luas memang tempat tersebut, sehingga kalau kita harus berenang mencarinya akan memakan waktu yang lama.

seorang ABK yang berdiri di ujung kapal untuk mencari manta di laut

Dan lagi-lagi saya beruntung, ada beberapa manta yang nampak di dasar laut. Memang seringkali, manta tersebut akan naik ke permukaan, tapi mendapati manta di spot tersebut saja sudah sebuah keberuntungan besar. Saya dan rombongan yang sudah bersiap-siap pun kemudian langsung terjun ke laut. Jika Anda bukan perenang yang hebat jangan malu untuk meminta life jacket kepada crew kapal. Karena perairan di sini cukup dalam, sekitar 7-10 meter. Seekor manta berukuran sedang, tampak ada di bawah saya. Kemudian bersahutan Peter dan Daniela yang menemukan manta di tempat lain. Saya pun kemudian menghampiri ke sana, sampai kemudian tanpa saya sadari ada 3 manta tepat di bawah saya. Salah satunya berukuran cukup besar, dengan lebar mungkin lebih dari 2 meter. Ingin rasanya berenang ke dasar dan melihat hewan tersebut dari dekat. Sayang kami tidak membawa peralatan diving. Tapi hanya dengan snorkle pun sudah cukup menyenangkan melihat primadona laut tersebut.

dua ekor manta di bawah saya
Kanawa Island
Selesai dari mana point, saya dan rombongan pun sudah sangat puas. Kami mendapatkan 2 hari yang menyenangkan. Cuaca buruk yang sebelumnya melanda Labuan Bajo, tiba-tiba menjadi sangat bersahabat. Bahkan selama 2 hari di perairan Flores kami tidak mengalami kehujanan. Tujuan selanjutnya adalah Pulau Kanawa. Sebenarnya saya diberi pilihan antara berhenti di Pulau Kanawa atau Pulau Bidadari. Harus dipilih salah satunya, karena pukul 18.00 WITA kapal harus sudah berlabuh di Labuan Bajo. Saya pun memilih untuk snorkeling di Pulau Kanawa. Saya tertarik dengan Kanawa Island Resort di sana, yang katanya dikelola oleh dua orang Italia. Konon katanya, dua orang Italia tersebut cukup over protected dengan pulau yang dikelolanya.

Benar saja, begitu akan merapat di dermaga Pulau Kanawa terdapat papan peringatan “Dilarang Membuang Jangkar”. Jadi kapal yang merapat di sana cukup mengikatkan tali ke dermaga, tanpa perlu membuang jangkar yang dianggap bisa mengganggu ekosistem karang di sana.

Dermaga Pulau Kanawa cukup eksotis, bentuknya tidak lurus dan rapi karena disusun dari kayu-kayu kecil. Tapi di ujung dermaganya terdapat semacam gasebo yang dilengkapi kantung tidur. Ah tampak menarik untuk disinggahi. Dan di sekeliling dermaga tersebut terdapat perairan dangkal yang terdapat beberapa batuan terumbu karang. Segerombolan ikan juga bersembunyi di dermaga tersebut. Saya pun tertarik untuk stay satu malam disana.

dermaga di Kanawa Island
welcome to Kanawa Island!


Harga menyewa bungalow di sana adalah Rp. 330.000/malam untuk dua orang. Atau ada pilihan alternatif yang sebenarnya lebih menarik yaitu mendirikan tenda di pinggir pantai. Ada pilihan mendirikan tenda sendiri, atau menyewa tenda dari resort tersebut. Harga bervariasi mulau dari Rp 75.000/orang. Namun dikarenakan saat saya ke sana cuaca sedang kurang baik, maka kami tidak disarankan untuk mendirikan tenda. Akhirnya saya dan pacar saya memutuskan untuk menyewa bungalow yang cukup sederhana tersebut.

bungalow di Kanawa Island
Setelah memesan bungalow, saya kemudian kembali ke kapal untuk mengambil barang-barang saya dan berpamitan dengan Peter, Tony, dan Daniela, 3 orang asing yang menjadi teman seperjalanan selama 2 hari. Begitu juga saya pamit dengan Mas Kiran, kapten kapal saya, seorang pemuda tangguh dari Labuan Bajo. Saya katakan kepada mereka bahwa 2 hari tersebut sangatlah menyenangkan, dan saya tidak sungkan untuk mengulanginya lagi J

Kembali, ke Kanawa Resort Island, dikarenakan ini adalah sebuah pulau kecil yang terpisah dari Labuan Bajo, jadi ada beberapa kebijakan terkait listrik dan air tawar di sini. Air tawar kita hanya dijatah satu bak tiap harinya, begitu juga listrik akan masuk ke bungalow tiap jam 18.00-23.00 WITA. Tetapi pihak resort juga memberi kesempatan listrik dan air tawar 24 jam di restoran tersebut. Sehingga para tamu yang membutuhkan bisa segera kesana. Selain itu beberapa aturan ketat juga diberlakukan, seperti dilarang menyalakan api unggun tanpa seijin pihak resort. Dan juga kebijakan konservasi terumbu karang yang melarang kita untuk menyentuh apapun selama aktifitas di bawah laut. Selain terdapat beberapa starfish yang berkeliaran, beberapa hewan yang beracun, tentu saja menyentuh terumbu karang bisa melukai mereka. Jadi singkat kata, jangan sentuh apapun selama di bawah laut.

Pantai yang indah di Kanawa Island
Apa yang bisa kita lakukan di sana? Selain snorkeling di sekitar dermaga, kita bisa bermain kano, diving, bermain voli di pinggir pantai, treking ke atas bukit untuk menikmati pemandangan dari atas atau sekedar bersantai di pinggir pantai/dermaga. Cukup menyenangkan bukan? Nampaknya satu hari terlalu singkat untuk melakukan semua itu.

Saya kemudian menghabiskan sore saya dengan berjalan-jalan di pinggir pantai, snorkeling, dan menunggu sunset di dermaga sambil ngobrol dengan salah satu pekerja di pulau itu. Saya banyak mendapat cerita tentang dua orang Italia pemilik pulau tersebut. Dari orang tersebut saya kemudian tahu bahwa ternyata pulau tersebut disewa (bukan dibeli) untuk jangka waktu 38 tahun oleh dua orang Italia tersebut. Masalah harga, mereka tidak berani mengkonfirmasi, tapi gosip-gosipnya (haha) disewa seharga Rp. 3,8 M untuk 38 tahun. Mendengar pernyataan tersebut, yang terbersit di pikiran saya adalah Feni Rose. Iya, Feni Rose yang sedang menawarkan apartemen dari Agung Podomoro Group (sampai hafal) dengan harga sekian miliar. 




Untuk masalah makan, mau tidak mau kita harus ke Starfish Bar and Resto yang ada disana. Dan harganya pun jelas cukup mahal bagi saya wisatawan lokal. Tapi mau bagaimana lagi, karena itu satu-satunya sumber makanan di pulau tersebut. Saya dan pacar saya pun memesan pizza. Karena pulau ini dikelola orang Italia, jadi wajar pizza yang disajikan pun cukup enak. Harganya pun tidak terlalu mahal. Ya daripada beli gado-gado seharga Rp 35.000, saya lebih memilih pizza seharga Rp. 45.000 yang bisa kenyang dimakan berdua.

makan malam ala Kanawa Island
Keesokan paginya saya harus bergegas karena fasilitas transportasi gratis yang diberikan pihak resort untuk kembali ke Labuan Bajo adalah pukul 9.00 WITA. 2 hari dan 2 malam tepat saya habiskan di perairan Flores, Manggarai Barat ini. Menemui naga purba langsung dari habitatnya, snorkeling di Pantai Merah, dan melihat manta si primadona laut. Pengalaman yang menyenangkan. Sembari meninggalkan pulau ini, saya hanya bisa berkata dalam hati: Saya harus kembali ke tempat ini suatu saat nanti! Harus!

*ditulis dengan senyum-senyum sendiri di depan laptop, secangkir coklat panas, dan Nick Drake*